Masyarakat yang tinggal di sekitar Taman Nasional Meru Betiri juga mempercayai adanya orang kerdil yang disebut siwil atau owil. Beberapa saksi mata yang pernah melihat siwil juga menemukan jejak kaki-kaki kecil di tanah di pinggi kali.
Pada tahun 1987, seorang pemburu babi hutan secara tidak sengaja melihat sekelompok manusia katai ini.
Konon, waktu itu ia tengah mengejar buruan babi hutan yang berlari ke arah sungai. Saat berada di tebing sungai, tiba-tiba ia mendengar suara riuh di sungai.
Setelah mengendap-endap mendekati sungai, ia melihat puluhan manusia katai sedang asyik menangkap ikan. Seorang laki-laki katai yang sudah sangat tua duduk di atas batu besar sambil mengawasi mereka.
Mereka mengeringkan lubuk dengan mbendung bagian sungai dengan tumpukan batu, lalu mengalirkan airnya ke bagian lain.
Anak-anak yang ikut mencari ikan tak sabar menyantap mentah-mentah ikan-ikan kecil dan udang hasil tangkapan mereka.
Ciri-ciri orang katai di hutan Meru Betiri, tingginya sekitar 80 cm, tidak berpakaian, berbulu tetapi tidak lebat seperti monyet, perutnya buncit, dan rambutnya keriting.
Mereka mengeluarkan suara kwek…kwek… Mungkin itu bahasa mereka.
Bagi pemburu babi hutan atau pencari burung, pengalaman melihat orang katai adalah hal yang biasa. Namun, perjumpaan mereka biasanya hanya sekilas sehingga para pemburu tidak sempat memotretnya.
4. Homo Floresiensis di Liang Bua, Flores
Homo floresiensis (manusia flores) adalah nama ilmiah yang diberikan oleh peneliti untuk penemuan fosil orang kerdil di sebuah gua di Dusun Rampasasa, Desa Liangbua, Pulau Flores, di Nusa Tenggara Timur.
Manusia mini ini juga sering dijuluki hobbit dari Flores.
Penulis | : | Sigit Wahyu |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR