Gereja Katolik Santo Fidelis terletak di Desa Sejiram, Kecamatan Seberuang, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Gereja ini dibangun pada tahun 1892, sehingga merupakan gereja tertua di Kalimantan Barat.
Megah di tengah hutan
Kleneng… kleneng… kleneng... Bunyi lonceng gereja terdengar nyaring. Itu pertanda misa atau ibadah bersama akan segera dimulai. Ratusan umat Katolik dari berbagai desa bergegas memasuki gereja.
Di desa terpencil di pinggir Sungai Seberuang di tengah hutan Kalimantan, ada bangunan tua dari kayu yang sangat megah. Itulah Gereja Katolik Santo Fidelis di Desa Sejiram. Desa Sejiram terletak di Kecamatan Seberuang, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat.
Gereja Fidelis Sejiram bukan gereja biasa. Gereja ini dibangun pada tahun 1892, sehingga merupakan gereja tertua di Kalimantan Barat. Begitu pentingnya gereja tua ini dalam memajukan masyarakat pribumi di Kalimantan Barat, pemerintah telah menetapkan Gereja Sejiram sebagai bangunan sejarah yang dilindungi.
Pastor Looymans
Gereja Sejiram dibangun pada zaman pemerintah kolonial Belanda. Dengan izin dari pemerintah, diutuslah Pastor Looymans untuk menyebarkan agama Katolik bagi orang Dayak di pedalaman Kalimantan.
Menurut catatan Sejarah Keuskupan Sintang, tanggal 29 Juli 1890, Pastor Looymans tiba di Semitau. Kota kecil yang terletak di tepi Sungai Kapuas ini dikuasai Belanda dan menjadi pusat perdagangan bagi daerah-daerah terpencil di sekitarnya.
Setahun lebih, ia mempelajari bahasa dan adat istiadat orang Dayak yang datang menjual hasil bumi ke Semitau. Untuk lebih mendekatkan diri dengan orang Dayak yang belum menganut agama tertentu, pastor pun pindah ke pedalaman di Sejiram. Kedatangan Pastor Looymans disambut hangat oleh para pemimpin adat.
Tahun 1892, dengan dibantu beberapa orang Dayak, pastor mendirikan pondok di pinggir Sungai Seberuang, tak jauh dari perkampungan orang Dayak. Di tempat itulah kemudian dibangun gereja, sekolah, dan asrama untuk anak-anak sekolah. Untuk mengurusi umat dan anak-anak sekolah, Pastor Looymans dibantu Pastor Mulder.
Sayang sekali, pada tahun 1898 kedua pastor itu ditarik dari Sejiram dan ditugaskan ke daerah lain. Anak-anak sekolah yang sudah menganut agama Katolik pun terpaksa meninggalkan asrama, seperti anak ayam kehilangan induknya.
Gereja kayu
Delapan tahun kemudian, ketika Pastor Euhenius dan Pastor Camillus yang ditugaskan mengurus gereja Sejiram datang, gereja Sejiram sudah tidak ada lagi. Namun, anak-anak yang dulu dibaptis oleh Pastor Looymans masih ada dan sudah dewasa. Mereka dengan mudah dikumpulkan untuk diajak kembali beribadah dan memperdalam agama.
Di luar dugaan, ternyata umat Katolik di Sejiram sangat bersemangat. Dengan cara gotong royong, mereka mendirikan kembali gedung gereja, rumah buat pastor, sekolah, juga asrama untuk anak-anak sekolah. Uniknya, semua bangunan dibuat dari kayu, lo. Soalnya di sana memang masih banyak pohon besar dan bagus untuk dibuat bangunan.
Bentuknya masih asli
Gereja Fidelis Sejiram kini sudah berusia seabad lebih dan sudah beberapa kali direnovasi. Namun, renovasi tidak pernah mengubah bentuk semula. Atapnya masih dari bilah kayu atau sirap, di atas menara ada patung ayam jantan bertengger di atas salib.
Sejak September 2004, pemerintah telah menetapkan Gereja Katolik Santo Fidelis Sejiram sebagai bangunan bersejarah yang dilindungi.
Meski usianya sudah ratusan tahun, gereja tua Sejiram masih tetap kokoh berdiri. Lonceng gereja masih berdentang nyaring. Kleneng… kleneng…kleneng.
Sumber bacaan: Sejarah Keuskupan Sintang (keuskupansintang.com). Foto-foto: Ricky Martin
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Sigit Wahyu |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR