Bentuk telinga kita dirancang sedemikian rupa untuk menghindari masuknya berbagai kotoran. Liang telinga berguna agar kotoran seperti debu atau serangga sulit menembus bagian dalam telinga.
Serumen atau kotoran telinga
Di telinga kita juga terdapat kelenjar rambut yang terdapat di bagian depan setelah liang telinga. Ini berfungsi untuk menghalau kotoran. Di sini juga diproduksi getah telinga yang bernama serumen. Serumen ini lah yang sering kita sebut dengan kotoran telinga.
Sering kali kita salah mengira bahwa serumen atau kotoran telinga itu harus dibersihkan. Padahal fungsinya adalah menangkap kotoran dan dengan sendirinya membersihkan telinga kita. Secara alami kotoran yang masuk akan kering dan keluar sendiri.
Dalam keadaan normal, serumen menutupi permukaan dinding telinga. Jika dibersihkan, otomatis akan diproduksi lagi dan ini akan selalu ada.
Bahaya mengorek telinga
Banyak orang yang membersihkan telinga dengan cara mengoreknya, padahal ini justru mengakibatkan terdorongnya serumen ke bagian yang lebih dalam lagi. Kira-kira apa ya yang akan terjadi jika kita terlalu sering mengorek telinga?
1. Kualitas pendengaran menurun
Jika mengorek telinga dilakukan terus-menerus, serumen yang terdorong akan menumpuk dan menyumbat di bagian dalam telinga. Ini menyebabkan pendengaran kita akan menurun karena gelombang suara yang kita dengar tidak disalurkan dengan baik.
2. Muka menjadi tidak seimbang
Selain itu, infeksi dapat terjadi jika kita mengorek telinga. Infeksi yang cukup berat di telinga yang sensitif dapat menyebabkan kualitas pendengaran menurun, bahkan membuat muka kita menjadi mencong atau tidak seimbang.
3. Bengkak dan pendarahan
Yang lebih bahaya lagi, mengorek telinga dapat mengakibatkan benturan karena bentuk telinga yang bersudut. Benturan yang terjadi akan membuat telinga kita bengkak bahkan ada yang menyebabkan pendarahan.
Tapi, bagaimana pun telinga juga dapat dibersihkan. Hanya saja dengan membersihkan bagian luarnya saja, yaitu daun dan liang telinga dengan cara melapnya menggunakan handuk atau kain basah.
Penulis | : | Yomi Hanna |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR