Denkai bingung tak tahu harus berbuat apa. Matahari semakin panas. Tiba-tiba, ia melihat ada yang bergerak mendekat ke pantai. Ia tak mampu melihat mereka karena melawan cahaya matahari. Setelah dekat, barulah ia tahu kalau itu adalah sekelompok pedagang yang menunggang kuda. Denkai mendekat dan mereka saling memberi salam.
“Maaf kalau saya bertanya hal yang aneh. Tapi saya sebetulnya tersesat dan tidak tahu berada di mana,” kata Denkai.
Salah satu pedagang itu tertawa dan berkata, ”Itu pertanyaan yang aneh, Pendeta. Kenapa kamu bisa tersesat di dataran Hyuga? Kukira kamu sudah pikun. Tapi kamu masih muda…”
Bagaimana mungkin? Pikir Denkai terkejut. Kenapa ia bisa berada di dataran Hyuga, di pulau Kyushu? Tempat itu kan sangat jauh dari jalan di kota Nagano. Tak mungkin ia bisa terlempar sejauh itu!
“Wah, pendeta ini terkejut,” kata pedagang itu pada teman-temannya. “Dia mungkin lapar. Berikan dia makanan dan minuman. Tapi kita harus segera pergi agar tidak kemalaman di jalan.” Pedagang itu lalu berkata pada Denkai, “Kalau kamu berjalan ke utara, menyusuri tepi pantai ini seperti kita, kamu akan tiba di kota Hyuga sebelum malam,” katanya.
Denkai berterimakasih dan berjalan di dekat kelompok itu. Namun para pedagang itu sedang terburu-buru. Si pendeta sampai tertinggal di belakang. Akhirnya, rombongan itu lenyap dari pandangan Denkai. Kini ia sendirian lagi di tepi pantai luas itu.
Denkai terus berjalan menyusuri pantai. Ia sambil berpikir, mengapa bisa sampai ke tempat itu. Denkai belum pernah datang ke pulau Kyushu. Namun ia yakin, pasti ada kuil di daerah itu. Kini ia tidak yakin bisa melihat Festival Cahaya. Dari pulau Kyushu, tak mungkin dalam tiga hari ia bisa sampai ke kuil Lotus di kota Nara.
Saat sore hari, Denkai tiba di teluk yang dangkal. Ia melihat sebuah kapal tertambat di situ. Denkai kembali merasa heran. Di sekitar situ tidak ada manusia. Apakah kapal itu terdampar di teluk itu? Atau, ditarik ke teluk itu untuk diperbaiki?
Denkai mendekat. Ia melihat ada sebuah perahu di kapal itu. Perahu itu pasti cukup nyaman untuk aku tidur, pikir Denkai. Maka, ia lalu masuk ke dalam perahu di kapal itu, lalu berbaring di dalamnya. Tak lama kemudian, Denkai pun tertidur.
Beberapa saat kemudian, ia terbangun karena merasakan angin dingin. Ternyata, hari sudah malam. Ia mendengar bunyi gelombang yang menghempas dinding kayu. Denkai tersentak. Jangan-jangan, air laut sedang pasang naik.
Denkai lalu melihat ada layar yang terkembang. Ternyata, kapal itu telah berlayar. Aku mimpi aneh lagi, pikir Denkai. Dan ia merasa tidak sendirian di kapal itu.
Denkai mengintip dari perahu itu. Ternyata di buritan atau belakang kapal, ia melihat ada tiga makhluk hitam sedang memandangi langit. Ia melihat haluan atau depan kapal. Di sana ada sekelompok prajurid dengan senjata lengkap dan busur-busur besar, berdiri tak bergerak menatap lautan.
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR