"Yu, pispot, kok, ditaruh di meja? Ini, kan, bukan tempatnya. Lagi pula siapa yang sakit? Kok, beli pispot segala?" tanya Tati.
"Apa, toh, maksudmu. Itu, kan, panci hadiah dari Yu Narmi, tukang pecel tetangga itu. Katanya untuk bumbu pecel," Yu Ginem menjelaskan.
"Wah, orang itu bermaksud jahat atau memang tak mengerti kegunaan benda ini. Pispot ini biasanya digunakan orang sakit yang tidak bisa ke kamar kecil sendiri!" Tati menjelaskan.
Setelah mengerti, Yu Ginem berkata, "Untung kamu datang, Ti. Tuhan masih menolongku. Kalau tidak, bisa habis semua langgananku. Tak ada lagi yang mau beli pecel padaku. Sebetulnya aku mau marah pada Yu Narmi. Tapi, kita, kan, tak boleh membalas kejahatan dengan kejahatan."
Kemudian sore itu, Yu Ginem pergi ke rumah kenalannya, seorang nenek di ujung jalan. Nenek itu sakit lumpuh. Pispot itu sangat berguna bagi si Nenek. Saat itu, anak si Nenek, Pak Mus, pulang dari bekerja. Pak Mus bekerja sebagai satpam di pabrik pakaian. Setelah bercakap-cakap beberapa saat, Pak Mus berkata, "Kebetulan Yu Ginem datang ke sini. Sekarang di pabrik banyak pekerjaan, banyak tambah pegawai. Kalau pagi hari, tukang makanan diserbu buruh pabrik. Kalau Yu Ginem mau, boleh berjualan nasi bungkus pada pagi hari!"
Yu Ginem mengucapkan terima kasih. la berkata ia senang jualan pecel. Namun ia akan minta tetangganya, Bu Asni, untuk memasak nasi bungkus. Kemudian Yu Ginem akan menjualkannya ke pabrik. Sepulang dari berjualan di pabrik, baru ia akan jualan pecel. Dengan demikian, Yu Ginem dapat tambahan penghasilan dan demikian juga tetangganya.
Yu Ginem lalu mengajak tetangganya, Bu Asni, untuk berunding di rumahnya. Bu Asni gembira dan setuju untuk memasak nasi bungkus. Pada saat mereka sedang bercakap, Yu Narmi datang.
"Bagaimana Yu Ginem? Sudah dipakai panci yang saya berikan?" tanya Yu Narmi. "Cocok untuk bumbu pecel, ya."
"Sudah, Yu. Terima kasih, ya. Pispot itu sudah dipakai oleh ibunya Mus yang sakit. la sangat senang," Lalu Yu Ginem menceritakan rencananya berjualan nasi di muka pabrik.
Yu Narmi sangat terkejut. Tak disangkanya Yu Ginem yang bodoh itu tahu manfaat benda yang diberikannya.
Bu Asni memandang tajam pada Yu Narmi dan berkata, "Kamu, kok, tega pakai akal busuk untuk menjatuhkan tetangga. Masing-masing orang kan ada rezekinya. Masing-masing mau mencari nafkah!"
Yu Narmi pulang ke rumah. Perasaannya tidak enak.
Bu Asni menceritakan peristiwa itu pada tetangga-tetangga. Mereka menyindir Yu Narmi dan tidak mau berkawan dengannya dan juga tidak mau membeli pecelnya. Dua hari kemudian, Yu Narmi terpaksa menyingkir dari perkampungan sederhana itu.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Widya Suwarna.
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR