“Nah, lihat saja pohon ini. Pohon ini dari ranting-ranting kering yang sebenarnya sudah mati. Biarkan dia di pojokan saja, tak usah diapa-apakan karena ia tak bisa hidup. Kita pasti punya hambatan, tapi jangan sampai hambatan itu yang tumbuh besar. Contohnya, rasa takut, malas, marah, kesal.Tapi biarkan….”
“Harapan yang tumbuh besar,” jawab seorang anak.
Semua anak gembira dan bertepuk tangan. Ayu pun ikut bersemangat lagi.
“Ah, Ayu tidak akan sedih lagi,” kata Ayu.
“Kenapa Yu?” tanya Komang penasaran.
“Tidak Mang, tadi Ayu sedih, tapi setelah menulis harapan, Ayu jadi senang,” jawab Ayu.
Ibu guru pun membaca sepintas tulisan anak-anak di pohon harapan.
“Wah, Ibu senang kalian semua punya harapan yang bagus-bagus. Salah satunya, punya Ayu. Ayo sini bacakan!” kata Bu Guru. Ayu pun maju dan membacakan harapannya.
“Kemarin aku kalah lomba menari, tapi aku berharap aku menang. Artinya, aku harus tetap semangat latihan dan berani ikut lomba,” kata Ayu.
Semua anak bertepuk tangan. Ayu senang sekali, pertama karena dia tidak sedih lagi, kedua karena ia berani ikut lomba lagi.
Cerita oleh Putri Puspita | Bobo.ID
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR