Tigro seekor harimau yang gagah. Badannya tegap bertutul-tutul. Aumannya menggelegar seperti guntur. Sayang, Tigro mengidap penyakit yang sulit disembuhkan. Ia amat suka berbohong.
“Ayo, kita carikan obat buat Tigro," tukas Mon Mon suatu siang.
"Ya, ya! Temuilah Wizro, sahabat kita. la pasti bias menyembuhkan Tigro," saran Singa.
Esok paginya Mon Mon berangkat ke gua es. Perjalanan ke sana jauh dan melelahkan. Seminggu kemudian barulah kera itu tiba di gua tempat tinggal Wizro.
"Hai, Mon Mon! Aku sudah lama menunggumu. Obat buat Tigro sudah kusiapkan," sambut Wizro.
Mon Mon terkesima. Ia kagum pada kesaktian Wizro.
"Tuangkan serbuk ini ke dalam telinga Tigro kalau ia sedang tertidur. Ia pasti akan sembuh," pesan Wizro sewaktu memberikan obat pada Mon Mon.
"Terima kasih, Wizro," jawab Mon Mon.
Mon Mon bergegas kembali ke hutan. Setibanya di hutan, teman-temannya sudah menanti-nanti. Mereka mengikuti Mon Mon ke balik semak-semak tempat Tigro biasa tidur. Mon Mon mendekati Tigro dan menuangkan serbuk obat ke dalam telinganya.
"Tigro! Tigro! Bangunlah!" seru Mon Mon.
Tigro membuka matanya pelan-pelan. Ia amat terkejut melihat teman-temannya ada di sekelilingnya.
"Apa yang aneh, ya? Kenapa mereka memandangku dengan cara begitu?" pikir Tigro.
"Tidurkah kau, Tigro?" tanya Singa.
"Oh, tidak ... tidak .... Aku cuma berbaring sambil menyusun rencana untuk bertualang ke dasar laut," jawab Tigro cepat-cepat.
"Oh ... dia masih sakit. Obat dari Wizro ternyata tidak manjur," gumam Mon Mon lesu.
Tiba-tiba... tubuh Tigro membubung ke angkasa. Teman-teman Tigro sangat terkejut melihat kejadian itu.
"Oh? Apa lagi ulahmu kali ini, Tigro?" tanya Mon Mon.
"Aku akan terbang!" teriak Tigro. Kakinya terentang di udara. Lalu ia terbang bagaikan seekor burung.
"Toloooong .... Aku takut berada di tempat yang tinggi!" pekik Tigro setelah tersadar. Teman-temannya tak mampu menolongnya. Tubuh Tigro melayang-layang di angkasa. Ia terbang melintasi hutan dan pegunungan es.
"Brrrr... dingin sekali!" kata Tigro menggigil.
Sewaktu Tigro melintas di atas gua tempat tinggal Wizro, tukang sihir itu berteriak, "Selamat bertualang, Tigro! Kini, kau tak akan pernah berbohong lagi. Apa pun yang kauucapkan akan terwujud seketika!"
Tigro sangat tidak berdaya. Ia terus terbang, Beberapa saat kemudian ia berada di atas samudera luas. Uft! Tubuhnya mendadak tersedot ke bawah. Byuuur! Ia tercebur dan tenggelam ke dasar samudera.
"Awaaas! Ada harimau!" teriak ikan-ikan ketakutan.
Dada Tigro serasa akan meledak. Karena ia terlalu lama menahan napas. Ia berusaha mengangkat tubuhnya ke atas permukaan air. Kakinya menggapai-gapai. Melihat tingkah Tigro, ikan-ikan tertawa geli, "Hihihi.... Ternyata ia tidak menyeramkan. Lihat! Cara berenangnya lucu sekali!"
Huh! Tigro paling benci ditertawakan. Ia berjuang keras supaya cepat berada di permukaan laut. Betapa terkejutnya Tigro ketika kepalanya muncul di permukaan air! Lautan itu amat luas. Tetapi, ia bertekad untuk menyeberanginya.
"Hei?! Apa itu yang timbul tenggelam di tengah laut?" teriak seorang nelayan. Karena ingin tahu, ia memacu perahu motornya ke tengah laut.
"Hah? Seekor harimau? Kalau ia kujual ke pemilik sirkus pasti mahal harganya," pikir nelayan itu. Nelayan itu lalu melemparkan jaring ke tubuh Tigro. Harimau malang itu meronta-ronta. Tetapi, ia tak bisa meloloskan diri.
Nelayan itu menarik tubuhnya ke atas perahu. "Oh, badanmu amat tegap. Aku yakin pemilik sirkus akan membelimu dengan harga mahal!" tutur nelayan itu puas.
Tigro amat takut. Ia tak suka dijual ke sirkus. Ia ingin hidup bebas di hutan. Ia sungguh menyesali sikapnya.
"Huh! Karena suka berbohong, aku mengalami petualangan yang pahit. Mulai sekarang aku berjanji tak akan berbohong lagi."
Tak lama perahu itu berlabuh di pantai. "Breeet...." Tigro merobek jaring dengan gigi-giginya yang tajam. Kemudian, ia meloncat ke darat dan melesat bagai anak panah menuju hutan. Sejak itu Tigro tak pernah berbohong. Ia hidup bahagia bersama teman-temannya di hutan.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Anita.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR