Rara melihat kakaknya sibuk sekali mengemas pakaian. Semuanya dilakukan dengan terburu-buru.
“Kakak mau kemana?” tanya Rara.
“Kakak mau ke pengungsian korban banjir, Dik. Itu tuh yang beritanya tadi kita tonton,” jawab Kak Eko.
“Hah? Kan, bahaya, Kak. Kenapa Kakak pergi kesana?” tanya Rara.
“Siapa tahu ada yang Kak Eko bisa lakukan untuk orang-orang disana,” jawab Kak Eko sambil mengusap-usap kepala Rara.
Mereka pun keluar kamar Kak Eko menuju ruang tengah.
Rara masih bingung dengan kebiasaan Kak Eko, kakak satu-satunya, dan kelarga satu-satunya yang ia miliki saat ini. Bukan pertama kalinya Kak Eko pergi ke tempat pengungsian banjir, gempa, tanah longsor, kebakaran, dan lain-lain.
“Mbak, titip Rara, yaa,” kata Kak Eko kepada Mbak Sumi yang sudah menemani mereka bertahun-tahun.
“Dek Rara, Kak Eko pergi dulu yaah. Besok siang akan kembali dan kita bisa membaca cerita sama-sama lagi,” kata Kak Eko.
Rara hanya tersenyum dan mengangguk. Sampai di dekat pintu gerbang, tiba-tiba Rara berteriak,”Kalau Rara sudah besar, Rara mau ikut Kakak, yaa!”
“Pasti Ra!” teriak Kak Eko sambil pergi dengan ojek.
Siang itu, Rara makan ditemani Mbak Sumi. Rara memilih makan di depan televisi dan menonton berita tentang banjir. Hanya ini yang bisa ia lakukan untuk tahu seperti apa tempat yang akan kakaknya datangi.
Mata Rara tidak berkedip menonton berita betapa besarnya banjir yang melanda daerah yang akan dituju Kak Eko.
“Mbak, Kak Eko kenapa ya ke sana. Kan, bahaya,” tiba-tiba Rara bertanya.
“Kalau yang Mbak dengar ya, Kak Eko itu jadi relawan,” jawab Mbak Sumi.
“Relawan? Apa itu, Mbak?” tanya Rara lagi.
“Relawan itu yang suka nolong orang, Ra,” jawab Mbak Sumi lagi.
Rara berpikir keras karena yang ia tahu, Kak Eko kuliah di jurusan teknik arsitektur. Kata Bu Guru, arsitek itu akan menggambar rumah, menggambar gedung, dan bangunan lainnya. Rara pun pernah melihat Kak Eko mengerjakan tugas kuliah seperti yang dikatakan Bu Guru.
“Ayo, Ra, makan dulu. Kok, malah bengong,” kata Mbak Sumi.
“Mbak, arsitek itu bisa jadi relawan, ya?” tanya Rara masih penasaran
“Semua orang bisa jadi relawan, Ra, setau Mbak. Ya, asal mau membantu,” jawab Mbak Sumi.
“Yes! Berarti Rara bisa jadi relawan. Yes, yes, yes!!!” kata Rara begitu ceria.
Keesokan harinya, Kak Eko kembali ke rumah. Rara menyambut Kak Eko dengan wajah gembira. Seperti biasa, Kak Eko juga senang bertemu Rara.
“Kak, Rara juga mau jadi relawan,”kata Rara penuh semangat.
“Wah, Rara tahu dari mana tentang relawan?” tanya Kak Eko terseyum.
“Dari Mbak Sumi. Relawan suka nolong orang, kan. Rara mau seperti Kak Eko,” kata Rara lagi “Oya, kenapa Kak Eko mau jadi relawan?” tanya Rara.
“Karena Kak Eko jadi bahagia ketika menolong orang,” jawab Kak Eko.
“Waah, Rara juga bahagia kalau menolong teman,” sambung Rara.
“Selain itu, Kakak jadi relawan, karena kita dulu juga pernah ditolong relawan saat gempa besar,” kata Kak Eko dengan mata menerawang. “Kalau tidak ada relawan, mungkin kita tidak bisa di sini berdua seperti sekarang,” lanjut Kak Eko.
Rara tercenung. Ia teringat kisah keluarganyatidak terlalu mengerti mengerti maksud Kak Eko. Namun, di dalam hatinya, ia benar-benar ingin menolong orang dan berbahagia bersama orang-orang itu. Sama seperti Kak Eko yang bahagia.
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR