Ia akhirnya melangkah menuju jalan raya. Nina memperhatikan setiap sepeda motor yang lewat. Yaa, siapa tahu Ayah datang. Terik matahari menyengat wajah dan tangannya. Tanpa terasa Nina sudah berjalan lebih 2 kilometer. Kini sampailah ia di dekat jembatan. Langkah kaki Nina mulai pelan. Karena kakinya mulai terasa pegal.
Weer... weer... Sudah puluhan sepeda motor berpapasan dengan Nina. Tapi tak satu pun di antara mereka adalah ayahnya. Brem, brem, brem... terdengar deru sepeda motor dari arah belakang. Nina yakin itu suara motor ayahnya. Namun ketika ia menengok, ternyata motor tukang ojek! Berkali-kali hati Nina kecewa.
Saat melewati jembatan dekat kebun pisang, hati Nina mulai dihinggapi rasa takut. Kabarnya kalau malam di jembatan itu sering ada hantu. Dan saat jtu jalanan sedang sepi. Meski matahari bersinar terang, jalanan sepi jadi terasa mencekam. Nina jadi ingin menangis. Untunglah ia teringat pesan ayahnya. Kata Ayah, kalau kamu takut bacalah doa. Nina segera komat-kamit berdoa. Dan tak terasa ia pun melewati jembatan dengan aman. Hatinya lega. Sesaat kemudian tampak serombongan anak SMP bersepeda. Salah satu pengendara sepeda itu menghampirinya,
"Nina, kenapa jalan kaki?"
"Eh, Mbak Yanti," ucap Nina.
Mbak Yanti adalah tetangga Nina.
"Ayo, Mbak bonceng," ajak Mbak Yanti.
Nina ragu. Ia masih berharap akan berpapasan dengan ayahnya. Namun Nina akhirnya naik juga. Sambil membonceng, Nina mendengarkan Mbak Yanti dan teman-temannya ngobrol soal film Meteor Garden. Wah, asyik juga. Apalagi Nina sangat menyukai film itu.
Tak terasa mereka sudah tiba di Jalan Cempaka 2. Mbak Yanti mengerem sepeda tepat di depan rumah Nina.
"Terima kasih, Mbak," kata Nina.
Di halaman, tampak sepeda motor Ayah terparkir di bawah pohon. Itu artinya Ayah ada di rumah.
"Huh, Ayah pasti lupa menjemputku," gerutu Nina. Ia segera masuk ke rumah dan keluar lagi lewat pintu belakang.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR