“Lihat, Bapak membelikan hadiah untukku!” pamer Upik pada kakak-kakaknya. Wow, satu set permainan catur! Upik senang sekali. “Ayo, siapa mau bertanding melawanku?” tantang Upik.
Bobo menjadi lawan pertama Upik bermain catur. “Skak!” teriak Bobo. Yaaa, Upik kalah, deh! “Bobo, kan, lebih besar daripada aku, jadi wajar kalau aku kalah,” kata Upik membela diri.
“Kalau lawan Coreng, aku pasti menang!” kata Upik dengan yakin. “Ayo kita buktikan,” jawab Coreng. Hmm, Upik terlihat berpikir keras. “Skak! Maaf, kamu terpaksa kalah,” bisik Coreng.
Upik lari ke dapur. “Emak pasti mengalah kalau bermain melawanku,” pikirnya. “Waah, Emak lagi sibuk, Pik. Besok saja, ya!” kata Emak. Upik kecewa.
“Aha! Aku tahu siapa yang tidak akan menang melawanku!” seru Upik. Olala... Upik mengajak Cimut bermain catur. “Cimuuut, ini jalannya ke sini,” jelas Upik. Tapi, Cimut malah melemparkan biji-biji caturnya.
Upik kesal. “Pak, aku enggak mau main catur lagi,” kata Upik sambil mengembalikan caturnya kepada Bapak. Bapak tertawa. “Ah, kamu cuma belum bisa memainkannya saja.” “Panglima perang melompati benteng untuk menyerang musuh-musuhnya!” kata Bapak. Wah, Bapak mengajak Upik mengubah permainan catur menjadi perang-perangan. “Kalau ini, aku enggak akan kalah!” seru Upik dengan gembira. Hihi... Bapak ada-ada saja!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Vero, Ilustrasi: Rudi
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR