Dea melihat papan jadwal yang ada di balik pintu kamarnya. Ia bersorak gembira karena di hari Minggu ini, ia bersama Ayah dan Ibu akan pergi ke pameran seni rupa.
“Ayah, hari ini kita akan pergi ke pameran seni, kan?” tanya Dea bersemangat.
“Ya betuuuullll….Setelah makan siang, kita berangkat, ya,” jawab Ayah.
Biasanya, setiap hari Sabtu atau Minggu, Dea bersama Ibu dan Ayah akan berjalan-jalan bersama-sama. Dea sangat suka jika diajak ke pameran seni atau pertunjukan seni. Matanya akan berbinar-binar melihat berbagai karya.
Suatu hari Dea pernah bertanya,”Ayah, Ibu… Bolehkah Dea menjadi seniman kalau sudah besar?” Ayah dan Ibu segera mengangguk dan tersenyum.
"Jadi apa saja yang Dea suka," kata Ayah.
“Bu, kita akan ke pameran apa namanya?” tanya Dea sambil bersiap-siap untuk makan siang.
“Namanya Bazzar Art Jakarta 2017, di sana ada galeri-galeri dari banyak negara yang akan memajang karya seninya,” jawab Ibu dengan senyum yang amat manis.
“Wah, banyak negara, Bu? Wahhhhhh…..” kata Dea kagum.
“Nanti Dea bisa lihat macam-macam lukisan atau karya seni lainnya yang unik,” tambah Ayah.
Dea semakin bersemangat.
Sekitar pukul 13.30 Dea bersama kedua orang tuanya berangkat dari rumah. Acara itu diadakan tidak jauh dari rumahnya, hanya sekitar 20 menit perjalanan.
Sesampainya di tempat acara, Dea melihat pengunjung yang ramai sekali. Badannya yang kecil membuat Dea sering tertabrak beberapa yang lewat.
“Mungkin karena ini hari terakhir, jadi agak ramai Dea. Mau Ayah gendong?” tanya Ayah.
“Tidak, Ayah. Dia pegangan saja sama Ayah,” jawab Dea.
Baru memasuki pameran, ia kagum pada seorang seniman yang sedang menghias boneka-boneka lucu.
“Ayah lihat ini, lihat ini Ayah!” kata Dea sambil mendekati seniman yang asik menghias boneka lucu.
“Seperti smurf, tapi warna-warni,” kata Dea pada dirinya sendiri.
Dea menatap kagum pada seniman yang sedang asik bekerja.
Langkah Dea berlanjut lagi dan berhenti di karya seni kupu-kupu yang begitu unik. Salah satu sayapnya jadi ada karena bayangan sayap yang lainnya. Dea yang sangat suka kupu-kupu pun berdiri kagum di depan karya seni itu.
Dea melangkah lagi memasuki area pameran. “Waaaahhhh!” katanya sambil melihat banyak sekali bilik-bilik dari berbagai negara. Satu per satu bilik itu dikunjungi oleh Dea.
Dea tertarik pada lukisan yang dibuat dengan benang, bukan dengan cat. Unik sekali lukisan itu. Kalau Ayah tidak bilang kalau lukisan itu dari benang, Dea sudah berpikir kalau lukisna itu dari menggunakan cat.
“Bagus, ya, Ayah, lukisan dari benangnya,” kata Dea terkagum-kagum
Ayah mengangguk setuju.
“Ibu, Dea boleh pinjam kamera?” tanya Dea. “Dea suka lukisan itu,” lanjut Dea sambil menunjuk salah satu lukisan.
“Boleh…. tapi hati-hati, ya. Jangan sampai merusak lukisan,” kata Ibu.
Dea dengan gembira menggunakan kamera Ibu. Beberapa lukisan ia foto. Sampailah ia di salah satu bilik.
“Halo… nama kamu siapa?” tanya yang menjaga bilik itu.
“Dea. Kalau Kakak?” tanya Dea.
“Shelly,” jawab kakak cantik itu.
Shelly? Dea membaca lagi nama di lukisan yang barusan ia potret. Namanya sama.
“Kakak yang buat lukisan ini?” tanya Dea dengan mata berbinar.
Kakak cantik itu tersenyum dan mengangguk.
“Sssstttt… jangan bilang-bilang, ya,” kata Kak Shelly.
Dea mengangguk. “Kak, Dea ingin jadi seniman seperti kakak kalau sudah besar,” kata Dea.
“Waaaah, senangnya, masih ada anak yang mau jadi seniman,” kata kakak itu dengan wajah berbinar.
“Iya, jadi seniman pasti asik,” kata Dea. Kak Shelly hanya mengangguk.
“Jadi seniman tidak perlu menunggu jadi besar loh Dea. Bisa dari sekarang. Buat saja karya yang kamu mau, sambil latihan,” kata Kak Shelly.
“Wah, iya juga benar. Kak Shelly juga dari kecil jadi seniman?” tanya Dea.
“Hmm… aku melukis sejak kecil karena aku suka melukis dan merasa senang saat melukis,” jawab Kak Shelly. “Yang penting dari hati,” kata Kak Shelly sambil tersenyum.
Dea mengangguk dan rasanya ingin segera memulai lukisannya.
“Dea, bicara pada siapa?” tanya Ibu.
Dia kaget dan menoleh ke arah suara Ibu. “Ini Bu, sama kakak Shelly,” kata Dea sambil menunjuk ke belakang. Dea kaget karena di sana tidak ada siapa-siapa.
“Mana Kak Shelly?” tanya Ayah.
Dea heran kenapa Kak Shelly perginya cepat sekali. “Mungkin harus buru-buru,” jawab Dea.
“Sudah lihat semua? Yuk kita lanjut jalan-jalan!” ajak Ayah.
Dea mengangguk bersemangat. Dalam hatinya semakin ingin menjadi seniman dan mulai dari sekarang akan melukis karena ia merasa bahagia saat melakukannya.
Sebelum menuju pintu keluar, Dea melihat seorang seniman yang melukis di sebuah kanvas besar. Ia melukis di depan banyak orang yang sedang menontonnya.
"Hebat sekali, ya, Ayah," kata Dea. Ayah mengangguk. "Kamu mau potret?" tanya Ayah. Dea mengangguk dan segera mengambil potret pelukis hebat itu.
---
Cerita dan foto-foto: Putri Puspita | Bobo.ID
Terbit Hari Ini, Mengenal Dongeng Seru dari Nusantara di Majalah Bobo Edisi 35, yuk!
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR