Riana duduk di dekat jendela besar loteng rumahnya. Ini menjadi tempat kesukaan Riana ketika bintang-bintang sedang bertebaran di langit dan juga ketika ia sedang merindukan Ibu dan Bapak yang bekerja di kota.
Riana sering mendengar kalau kita mengajukan permintaan saat ada bintang jatuh, maka permintaan itu akan dikabulkan. Riana yang sudah lama merindukan kedua orang tuanya hanya punya satu permintaan, yaitu diizinkan bertemu dengan Bapak dan Ibu.
Sudah berhari-hari ini Riana menghabiskan waktu setelah belajar di jendela loteng yang besar itu. Memang ruangan yang nyaman sekali, dihias seperti kamar tidur. Hanya satu yang ia tunggu, yaitu bintang jatuh. Biasanya, ia akan duduk di sana sampai pukul Sembilan malam, lalu tidur di kamar. Namun, karena ini hari Sabtu, ia memutuskan untuk ada disana lebih lama.
“Rin, yuk, turun, kita nonton di bawah,” terdengar suara Oma dari pintu loteng.
“Sebentar lagi Riana turun, ya, Nek. Masih mau disini dulu,” jawab Riana.
Satu jam… dua jam …. tiga jam….
Tak satupun ada bintang jatuh, bahkan sampai Riana tertidur dan bermimpi.
Di dalam mimpi Riana …
Ia duduk di suatu perbukitan, saat ia melihat ke atas, ada bintang yang bertaburan, dan saat ia melihat ke bawah, ada lampu-lampu kota yang juga mirip bintang. Di sekitar bukit itu ada banyak sekali orang-orang yang duduk dan menikmati keindahan bintang-bintang. Semuanya kompak tak bersuara keras, hanya tersenyum dan berbisik jika diperlukan.
Riana pun masih duduk di bukit itu sambil menunggu bintang jatuh.
“Mungkin di bukit ini, bintang jatuh lebih mudah terlihat,” katanya pada diri sendiri. Riana masih takjub dengan keindahan langit berbintang. Ingin rasanya ia ambil satu bintang itu dan dibawa pulang.
Tiba-tiba Riana melihat ada satu bintang jatuh. Mata Riana melebar karena terkejut, tetapi ia segera ingat bahwa ia akan mengajukan permohonan. Mata Riana terpejam, ia mengucapkan harapan dengan sungguh-sungguh. Ternyata, kesungguhannya sampai membuat air mata Riana ikut menetes.
“Riana,” terdengar suara lembut dari sebelah kanan. Riana menoleh. Ternyata itu suara Ibu, da nada Bapak juga di sebelahnyaa. Riana langsung memeluk mereka.
“Ibuuuu…. Bapaaaak” katanya cukup kencang.
“Ssssttt… disini bicaranya pelan-pelan, ya, Rin,” bisik Ibu. Riana menoleh ke kiri dan ke kanan, menyadari semua orang sekarang menatap kepadanya.
“Ibu Bapak, Riana rindu sekai,” kata Riana.
“Kami pun merindukan Riana,” jawab Bapak.
“Riana ingin ikut ke kota. Riana tidak keberatan membantu pekerjaan Ibu dan Bapak di kota,” kata Riana.
Ibu menggeleng dan tersenyum halus. “Nanti, Ibu dan Bapak yang akan pulang ya Rin. Riana belajar yang rajin di rumah dan jaga Oma, ya,” kata Ibu.
“Riana boleh melihat bintang dari jendela, tetapi tak perlu sampai larut malam, ya. Kan, kita bisa bertemu di mimpi seperti sekarang,” kata Ayah.
“Mimpi?” Riana kebingungan. Jadi ini mimpi. Pertemuan Riana, Ibu, dan Bapak ternyata mimpi.
---
Riana merasa badannya diangkat. Saat berusaha membuka mata, ternyata ia diangkat Bibi Lisa, adik Ibu. Samar-samar ia melihat ruang kamarnya kembali. Ia sudah berpindah dari loteng.
“Selamat tidur, ya, Rin,” Kata Bibi Lisa sambil mengecup kening Riana.
Riana kembali melanjutkan tidurnya dan berharap bisa bertemu Ibu dan Bapak lagi.
Cerita: Putri Puspita
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR