Dahulu kala sapi merupakan binatang yang paling disayangi para dewa. Hidup mereka serba enak. Mereka tidak perlu menarik pedati, membajak sawah, atau dibunuh manusia karena dagingnya dijadikan lauk seperti sekarang. Sapi-sapi itu tinggal di sebuah padang rumput yang segar di pinggir hutan. Mereka minum dan bersantai di sebuah telaga yang terletak tak jauh dari situ.
Setiap hari seorang dewi jelita utusan dewa turun dari kahyangan. Dewi Starda namanya. Ia bertugas mengurus keperluan para sapi. Seusai melakukan tugasnya, Dewi Starda kembali ke kahyangan. Suatu hari, Dewi Starda berpesan pada Kumba, salah seekor sapi, “Kumba, jika aku tak ada di sini dan teman-temanmu butuh bantuanku, panggillah aku. Melenguhlah sebanyak tiga kali. Aku akan segera datang ke sini.”
Kumba merasa bangga sekali. Karena dia dipilih dan dipercaya oleh Dewi Starda. Rasa bangganya semakin bertambah ketika Dewi itu berpesan lagi padanya,“Kamu kuberi keajaiban agar suaramu bisa kudengar dari kahyangan. Tetapi, ingatlah! Kau hanya boleh memanggilku kalau ada perkara yang penting sekali!”
“Terima kasih, Dewi. Saya akan selalu ingat pesan itu,” jawab Kumba.
Dewi Starda lalu terbang ke kahyangan. Sejak itu Kumba jadi perantara teman-temannya. la memanggil Dewi Starda bila ada temannya yang memerlukan bantuan sang Dewi.
Sayang, lama-lama sifat Kumba berubah. Dia menjadi sombong karena merasa menjadi yang paling diperlukan di situ. Itu menyebabkan dia tak bisa lagi membedakan masalah. Perkara yang sebenarnya bisa diatasi sendiri, dianggapnya penting sekali, sehingga perlu kehadiran Dewi untuk menyelesaikannya. Seperti yang terjadi sore itu.
Salah satu teman Kumba melapor pada Kumba. Seekor anaknya hilang. Tanpa mencari terlebih dulu, Kumba langsung memanggil Dewi Starda. Dewi itu datang tergopoh-gopoh. Ternyata anak sapi itu tertidur di balik gerombolan pohon perdu yang letaknya tak jauh dari tempat Kumba. Dewi Starda kesal sekali.
“Kumba, sepertinya kau telah melupakan pesanku. Janganlah berbuat seperti ini lagi, ya,” ujar Dewi.
Akan tetapi, kecongkakan Kumba membuatnya benar-benar lupa diri. Ia seakan lupa pada pesan Dewi Starda. Belakangan, Kumba malah sering mencari-cari alasan agar Dewi Starda muncul di situ. Permintaannya kali ini menyebabkan Dewi Starda marah.
“Dewi Starda, ikan-ikan dalam telaga itu menyebabkan air minum kami menjadi amis. Tolong pindahkan mereka ke tempat lain,” pintanya.
“Kumba, kau benar-benar menyebalkan. Kau menyia-nyiakan kepercayaan yang kuberikan padamu. Bukan menjadi bijaksana karena kupercaya, kau malah menjadi congkak,” jawab Dewi Starda marah. “Berkali-kali aku sudah memaafkanmu. Kali ini aku benar-benar akan menghukummu, Kumba.”
Melihat kesungguhan Dewi Starda, Kumba ketakutan. la merengek-rengek meminta maaf, tetapi Dewi Starda sudah telanjur marah. Ia mencabut keajaiban yang diberikan kepada Kumba. Suara Kumba takkan terdengar lagi sampai ke kahyangan. Kumba dan teman-temannya hanya bisa minta pertolongan Dewi Starda saat Dewi sedang turun ke Bumi. Kawanan sapi menunduk sedih.
Selang beberapa waktu, kawanan sapi itu hidup tenang dan damai di padang rumput. Sampai kemudian terjadilah bencana yang mengerikan. Pada suatu sore datanglah serombongan pemburu ke padang rumput itu. Mereka menunggang kuda. Pakaian mereka lusuh. Mereka kelihatan lapar dan lemah. Sudah beberapa hari mereka belum makan. Karena itu, mereka sangat girang ketika melihat sapi-sapi gemuk di padang rumput itu.
“Ayo, kita serang sapi-sapi gemuk itu!” teriak seorang pemburu.
Tiba-tiba para pemburu itu berubah menjadi liar dan ganas. Mereka mulai menombak, memanah, dan menjerat sapi-sapi itu.
Kawanan sapi itu sangat ketakutan. Mereka melenguh keras-keras. Demikian pula Kumba. Tetapi, karena sudah dikutuk oleh Dewi Starda, suara Kumba tak bisa lagi terdengar sampai ke kahyangan.
Sapi-sapi berusaha menyelamatkan diri. Sebagian masuk ke dalam hutan.Yang tak berhasil melarikan diri kemudian ditangkap atau jadi sasaran empuk senjata para pemburu itu. Demikian pula nasib Kumba. la mati kena tombak salah satu pemburu itu.
Ketika mengamati sapi-sapi yang tertangkap, seorang pemburu mengusulkan, “Sapi-sapi ini gemuk-gemuk sekali. Ayo giring mereka ke rumah kita. Mereka pasti kuat menarik pedati dan membajak sawah kita.”
Setelah berpesta pora, para pemburu itu membawa sapi-sapi itu pulang ke rumah masing-masing.
Keesokan harinya seperti biasa Dewi Starda datang menjenguk kawanan sapi itu. Betapa terkejutnya Dewi Starda. Karena yang ditemukannya cuma tulang belulang sapi.
Dewi itu terduduk lemas di tengah padang rumput yang sunyi.
“Oh, Dewa pasti akan menghukum aku! Andai waktu itu aku bisa menahan diri dan tidak mengutuk Kumba, peristiwa ini pasti tidak terjadi,” ratap Dewi Starda.
Dewi Starda segera melapor ke Kahyangan. Dewa sangat marah kepadanya. Karena binatang kesayangannya dibunuh dan dijadikan santapan oleh manusia. Dewi Starda pun dihukum turun ke Bumi. Ia menjelma menjadi manusia biasa.
Sejak peristiwa itu, sapi menjadi binatang peliharaan manusia. Mereka bekerja keras untuk meringankan tugas manusia. Selain itu mereka biasa disembelih untuk diambil dagingnya.
Ketika menjalani hukumannya di dunia, Dewi Starda tak tega melihat penderitaan para sapi. la terus menyesali kelalaiannya.
“Ah, andai dulu aku bisa menahan diri, pasti sapi-sapi itu tidak begitu nasibnya,” ujarnya sendu.
Untuk menebus kesalahannya, Dewi Starda kemudian pantang makan makanan yang tadinya pernah bernyawa. Akhirnya Dewa mengampuni dan mengizinkannya kembali ke Kahyangan .
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Anita Ratnayanti
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR