Si Putih adalah seekor kelinci berbulu putih yang rajin. Ia baru saja membangun sebuah rumah kayu yang sangat cantik. Namun, angin terus-menerus bertiup. Rumah kayu itu berkeriat-keriut. Hujan pun terus turun membasahi rumah kayu itu.
Ketika matahari bersinar terik, kayu-kayu penyusun rumah menyusut dan membelah. Rumah itu menjadi retak. Namun, si Putih tidak putus asa. Ia membangun lagi sebuah rumah kayu yang mungil. Ketika rumah itu selesai, seekor burung gagak terbang ke atas rumah si Putih dan bernyanyi:
Akan ada lagi angin, hujan dan matahari
Rumah si putih akan rusak lagi
Kasihan oh...kasihan sekali
Si Putih merasa sedih sekali. la mulai menangis. "Hu...hu...hu..."
"Sudahlah, jangan menangis," kata Gagak.
"Oh, ya, mengapa kau tidak menemui Kakek Pohon Pinus untuk meminta terpentin. Coba kau temui dia. Rumahmu nanti pasti tidak akan rusak lagi."
Maka Si Putih pergi mencari Kakek Pohon Pinus. Setelah berjalan seharian, akhirnya ia bertanya pada sebatang pohon cemara.
"Maaf, apakah Anda Kakek Pohon Pinus? Bolehkah saya minta terpentin?" tanya Si Putih dengan sopan.
"Wah, aku ini Kakek Cemara. Jadi, aku tak punya terpentin." Si Putih meneruskan perjalanannya. Ia lalu bertemu dengan sebatang pohon beringin.
"Selamat siang, apakah Anda Kakek Pohon Pinus? Bolehkah saya meminta terpentin?' tanya si Putih penuh harap.
"Aduh, kamu salah, Nak. Aku Kakek Pohon Beringin. Aku tak punya terpentin."
Si Putih sedih sekali.
"Di mana, sih, rumah Kakek Pohon Pinus?"
"Coba kamu jalan terus. Sepertinya rumahnya tak jauh dari sini." Setelah bertanya ke sana kemari, si Putih akhirnya bertemu dengan Kakek Pohon Pinus. Kakek itu mendengarkan cerita si Putih dengan serius sambil sesekali menganggukkan ranting-rantingnya.
Dengan bersemangat, kelinci putih menceritakan kesedihannya karena rumahnya rusak diterpa angin, hujan dan matahari.
"Kau sangat berani dan tidak mudah putus asa, Nak," kata Kakek Pohon Pinus.
"Aku akan senang sekali membantumu. Nah, sekarang ambillah setangkai daun teratai yang lebar dan sebongkah batu yang tajam."
Si Putih pergi ke lereng pegunungan. Mencari sebongkah batu yang tajam. Ia lalu pergi ke sebuah danau dan mengambil selembar daun, teratai lebar. Dengan serat kayu dan ranting, Putih membentuk daun teratai itu menjadi sebuah keranjang. Ia segera berlari-lari ke tempat Kakek Pohon Pinus. Atas petunjuk kakek yang baik hati itu, si Putih menoreh kulit pohon dengan batu. Akhirnya....getah pohon pinus mengalir ke dalam keranjang yang diletakkan di bawahnya.
"Getah pinus ini namanya terpentin, Nak," kata Kakek Pohon Pinus.
"Horee, akhirnya aku mendapat terpentin," seru si Putih sambil meloncat-loncat kegirangan. "Terima kasih, Kakek Pinus." Dengan membawa sekeranjang penuh terpentin, si Putih pulang ke rumah dengan gembira.
Berdasarkan petunjuk Kakek Pohon Pinus, si Putih menambahkan bubuk pewarna ke dalam cairan terpentin. Ia memilih biru dan kuning, warna kesukaannya. Setelah itu, ia mulai mengecat rumahnya. Wow, rumah kayunya yang mungil kini semakin cantik. Dan yang jelas rumahnya kini menjadi kuat.
Si Putih santai saja berada di dalam rumahnya dalam segala keadaan.
"Ayo, hujanlah yang deras, aku tak takut lagi. Angin, menderulah. Aku juga tak takut," ujar si Putih sambil melihat hujan dari jendela rumahnya.
Ya, deru angin dan hujan deras tak membuat rumah kayu itu menjadi basah. Terik sinar matahari juga tidak membuat rumah kayu itu retak. Ya, cat memang pelindung yang baik agar kayu tetap kuat.
Si Putih senang sekali. Kini ia mempunyai rumah yang cantik dan kuat. Ia lalu mengundang teman-temannya untuk berpesta merayakan rumah barunya. Mereka berdansa di halaman rumahnya sambil menyantap hidangan yang lezat. Hmmm, sedap....
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Diceritakan kembali dari cerita White Rabbit and The Lac oleh Martini.
10 Contoh Pelanggaran Hak di Lingkungan Sekolah, Materi Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR