Teeettt!!! Teeettt! Bel dipencet. Ridho, Abiel, dan Eggy cekikikan. Ketiga murid kelas V SD itu mengendap-endap. Bersembunyi di balik pohon mangga yang rindang. Tak lama kemudian pintu pagar yang menjulang terbuka sebagian. Menyembullah kepala seorang perempuan gemuk dari dalam. Dia melongok ke kiri kanan. Tak ada siapa-siapa... Perempuan itu bergumam heran.
Perempuan itu masuk dan menutup pintu pagar. Ketiganya kembali beraksi. Mereka memencet bel berkali-kali, lalu kabur membawa sepeda rally yang mereka parkir tak jauh dari pohon mangga.
"Dasar jahil!" gerutu perempuan gemuk itu.
Ridho, Abiel, dan Eggy terpingkal-pingkal. Sudah tiga hari ini mereka iseng mengerjai penghuni rumah di sepanjang Jalan Apel. Jalan yang biasa dilalui ketiga anak itu setiap pulang sekolah. Mereka suka memencet bel rumah-rumah itu, lalu kabur bersembunyi.
Kriiiiiing.... lonceng istirahat berdering nyaring. Seisi kelas berhamburan keluar menuju kantin. Begitu pula Ridho, Abiel, dan Eggy. Mereka sudah tak sabar mengisi perut yang lapar dengan sepiring siomay. Ketiganya sedang asyik ngobrol ketika Leo menegur mereka. Seorang murid bertubuh jangkung berjalan di sampingnya.
"Hei, kalian nanti pulang lewat Jalan Apel lagi?" tanya Leo sambil menepuk pundak Abiel.
"lyalah, walau memutar agak jauh, tapi, kan, enggak becek!" sahut Eggy menanggapi.
"Kalau begitu ajak Damar, ya," pinta Leo sambil melirik pada anak yang berdiri di sampingnya. Ridho, Abiel, dan Eggy saling berpandangan.
"Eh, kalian belum kenal Damar, ya? Damar ini murid baru di kelasku. Dia juga pulang lewat Jalan Apel, kok! Mar, kenalkan ini Ridho, Abiel, dan Eggy.
“Mereka murid kelas V A, kelas sebelah. Mereka juga teman-temanku satu tim sepak bola!" Leo memperkenalkan teman barunya.
Murid baru bernama Damar itu mengulurkan tangan. Lalu mereka berkenalan.
"Kamu bawa sepeda, kan?" tanya Ridho. Damar mengangguk.
"Oke, nanti kita pulang bareng naik sepeda!"
Siang itu Jalan Apel tampak sepi seperti biasanya. Matahari bersinar terik. Keempat anak itu menyandarkan sepeda mereka di pohon mangga.
"Kenapa berhenti di sini?" tanya Damar heran.
"Pssst, kamu liat aja, deh, pokoknya seru!" Eggy berbisik.
Damar garuk-garuk kepala. Dia cuma bengong menyaksikan ketiga teman barunya beraksi. Mereka mengendap-endap di balik tembok pagar bercat kuning, memencet bel berkali-kali, lalu lari bersembunyi.
"Hi...hi...hi... lihat wajah pembantu rumah itu. Sebentar lagi dia bakal keluar, terus celingukan kiri kanan!"
"Uaaah... Kamu pasti nggak bakal bisa menahan tawa, Mar! Pembantu rumah itu, sudah gendut, galak lagi!"
Beberapa menit berselang. Ibu gemuk yang biasa membuka pintu itu takjuga muncul.
"Hu-uh, orangnya lagi keluar rumah kali! Payah!" Eggy mengeluh kecewa.
"Kalau begitu kita pulang aja yuk!" ajak Ridho.
Ehm-ehm! Terdengar suara dehem dari belakang. Anak-anak itu sangat terkejut. Seorang satpam telah berdiri di belakang mereka. Celaka!
"Lo, Damar sudah pulang?" tanya satpam itu. Damar mengangguk. Ridho, Abiel, dan Eggy tercengang.
"lya, Pak Amin. Bareng teman-teman!" ujar Damar.
"Oh, saya kira anak-anak yang suka iseng mencet bel! Itu lo, Mar...yang sering Pak Amin ceritakan. Biasanya mereka lewat sini!"
Abiel, Eggy, dan Ridho tercekat. Wajah mereka tampak pucat.
"Ah, bukan, Pak. Ayo masuk, teman-teman! Tenang saja, ini rumahku, kok. Kami sekeluarga baru pindah sebulan yang lalu," ajak Damar. Ketiga anak itu tertegun tak percaya.
"Jadi, ini rumahmu?" tanya Ridho sambil membuntuti Damar memasuki rumahnya. O-ow, ibu gemuk yang biasa mereka kerjai telah menunggu di teras!
"Oh, jadi ibu gendut yang galak itu pembantumu?" bisik Abiel.
"Wah, kau nggak perlu menyewa bodyguard lagi, dong, Mar!" seloroh Eggy. Mereka langsung cekikikan. Damar cuma tersenyum menanggapinya,
"Bukan pembantu, tapi mamaku."
Ops! Ridho, Abiel, dan Eggy hamper tersedak. Jadiii...
"Ma, kenalkan, ini teman-teman sekolah Damar!" ujar Damar pada perempuan bertubuh gemuk itu.
Ridho, Abie, dan Eggy tertunduk diam, tak berani memandang wajah mama Damar. Malu.
"Oooh, ayo masuk! Sekalian saja kalian makan siang di sini. Kebetulan Tante masak ayam rica-rica!" sambut perempuan bertubuh gemuk itu ramah. Ridho, Abiel, dan Eggy terpaku. Bibir mereka terasa kelu. Tak dapat menolak, apalagi mengiyakan. Rasanya mereka ingin cepat-cepat pulang!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Dwi Pujiastuti.
15 Dampak Positif Globalisasi bagi Kesenian Daerah, Materi Kelas 6 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR