Sejak malam itu Bapak melaut mencari ikan, tidak ada kabar lagi. Bukan hanya aku dan Ibu yang bersedih, tetapi keluarga teman Bapak pun juga begitu. Semuanya tidak pernah mengetahui keberadaan mereka yang tidak pulang dari laut. Walaupun di desa kami ada kepercayaan bisa bertemu orang yang hilang lewat cermin, tetapi tidak juga petunjuk itu datang padaku.
Aku belum pernah melihat wajah Bapak lewat cermin-cermin yang digantung di pohon dekat laut. Namun, kata Ibu bukan berarti kita tak harus percaya dengan kekuatan cermin. Oh iya, Ibu mungkin menjadi orang yang merasa lebih sedih daripada aku sejak Bapak tidak pulang. Tidak sekalipun ia menunjukkan rasa sedihnya padaku. Ia orang yang tegar. Begitulah kata tetangga.
Pada suatu pagi, aku akan bersiap menuju sekolah. Tiba-tiba, Ibu bertanya sesuatu,”Obi percaya pada kekuatan cermin?” tanya Ibu.
“Bingung, Bu. Kenapa?” jawabku. Ibu hanya menggeleng dan meneruskan langkahnya ke dapur untuk mengambilkan bekal untukku.
Di sekolah, aku masih memikirkan tentang Bapak dan pertanyaan Ibu tentang cermin. Sepulang sekolah aku menuju cermin-cermin yang tergantung di pohon. Mungkin hari ini aku benar-benar bisa melihat Bapak lewat cermin.
Aku diam lama melihat satu per satu cermin yang ada di sana. Aku benar-benar merindukan Bapak. Aku benar-benar ingin bertemu Bapak. Aku yakin Ibu pun begitu.
Aku membalikkan salah satu cermin yang ada di sana. Aku melihat laut, biru, luas, dan indah. Aku seperti berada di tengah laut itu. Tidak lama, tiba-tiba aku melihat Bapak dan perahunya. Bapak sedang mengayuh perahu menuju ke rumah. Bapak tersenyum dan melambai-lambai padaku.
“Bapak…”
Aku segera berlari menuju rumah. Tidak terasa air mataku jatuh begitu saja. Sampai di rumah, aku segera menemui Ibu.
“Bu, Ibu… Aku melihat Bapak Bu dari cermin. Obi lihat Bapak!” kataku.
Ibu pun memelukku dan menangis bahagia. “Ibu pun melihat Bapak kemarin siang. Katanya, kalau bayangannya ada, maka orangnya akan pulang, Nak,” jawab Ibu sambil terisak.
Hatiku amat senang bercampur rasa tak sabar untuk bertemu Bapak lagi. Aku dan Ibu berpelukan. Dalam hati, aku panjatkan doa agar Bapak benar-benar kembali pada kami. Aku berjanji akan menjadi anak yang baik. Aku berjanji akan membantu Bapak dan Ibu, juga menjaga mereka hingga tua nanti.
Tok tok tok…
Suara pintu diketuk. Aku dan Ibu berpandangan. Detakan jantung kami lebih terasa dari biasanya. Mungkinkah itu Bapak? Tentu saja kami berharap benar.
Ibu membuka pintu dan mendapati Pak Pardi, ketua nelayan ada disana. Pak Pardi tersenyum. “Suamimu kembali, Bapak kamu sudah pulang,” katanya. Aku dan Ibu tersenyum senang. Kami berpelukan lagi. Kami pun langsung menuju balai nelayan dekat sana, menemui Bapak.
Tak peduli ada berapa banyak orang disana. Kami hanya ingin memeluk Bapak. Ia lebih kurus dari biasanya. Banyak bisik-bisik yang bilang Bapak dihadang orang jahat di tengah laut, dirampok, dan dibuat tak sadar hingga tersesat ke negara orang.
Perjalanan yang Bapak lewati pasti panjang, lebih berat dari penantian aku dan Ibu. Kami memeluknya. Semoga pelukan ini membuat tenaga Bapak sedikit demi sedikit kembali.
Tamat
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR