Raksasa menurut. Ia menurunkan Pangeran dan berlutut. Getap melompat keluar dari telinga raksasa. Raksasa itu ketakutan melihat Getap yang kecil, namun sanggup membuatnya kesakitan. Ia memohon ampun.
Getap kembali bimbang. Ia harus membunuh raksasa itu bila ingin terbebas dari kutukan. Tapi, ia telah berjanji mengampuni raksasa itu bila mau menyerah. Dengan berlinang air mata, Getap berkata, “Pergilah kau sejauh-jauhnya. Jangan pernah mengganggu manusia lagi!”
Pangeran Wulung berseru, “Kurcaci, kau memiliki hati sebesar raksasa. Kau melepaskan musuhmu begitu saja! Padahal kau pasti perlu sesuatu darinya!”
Getap hanya menangis tersedu dan beranjak pergi. Ia ingin segera pulang. Ia ingin seperti si Raksasa, memohon ampun bila berbuat salah. Ia tak perlu takut mengakui kesalahan.
“Tunggu, dengarkan aku!” kata Pangeran Wulung. “Aku menyimpan sekantong koin emas di bawah pohon besar di pinggir hutan. Ambillah untukmu!”
Setelah saling mengucapkan terima kasih, Pangeran dan Getap berpisah. Getap memulai perjalanannya pulang ke rumah. Setiba di desanya, ia membeli banyak kambing dengan koin emas dari Pangeran.
Begitu bertemu pamannya di rumah, Getap memohon dengan air mata mengucur deras,” Maafkan aku, Paman. Aku tidak awas menjaga kambingmu.”
“Aku menyesal mengutukmu,” ratap sang Paman. Ia tak pernah berhenti menangis sejak keponakannya itu pergi.
Diangkatnya anak itu dan ia ciumi penuh kasih. Perlahan-lahan, si kurcaci berubah menjadi manusia kembali.
Paman dan keponakan itu berpelukan kembali. Sejak itu Getap dan pamannya hidup rukun dan sejahtera bersama kambing-kambing mereka.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Lena D.
Bertemu Karakter Favorit di Doraemon Jolly Town MARGOCITY, Apa Saja Keseruannya?
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR