Getap seorang anak laki-laki yang penakut. Ia takut gelap, takut sendirian, juga takut mengakui kesalahan. Ia tinggal bersama seorang paman yang sangat membenci sifatnya.
Suatu hari seekor kambing pamannya yang ia gembalakan hilang. Karena takut dihukum Paman, Getap bersembunyi di semak-semak.
Tiba-tiba ia mendengar teriakan Paman, “Anak pengecut! Kau bersembunyi dan lari dari kesalahanmu sendiri! Kukutuk kau menjadi kurcaci! Hanya hati raksasa bisa mengembalikanmu seperti semula!”
Getap ketakutan sekali. Ia segera berlari kencang sampai ke tepi hutan. Ia memanjat sebuah pohon besar berlubang dan bersembunyi di situ. Walau berhasil lolos, ternyata Getap tak terbebas dari kutukan pamannya. Perlahan ia berubah menjadi kurcaci. Karena ketakutan dan lelah, ia pun jatuh tertidur.
Hari menjelang malam ketika Getap terbangun oleh suara-suara di bawah pohon. Ternyata tepat di bawah pohon, seorang pangeran sedang mengubur sesuatu.
Pangeran itu bergumam, ”Untuk apa aku membawa harta sebanyak ini! Raksasa yang kucari lebih suka memangsaku daripada diberi harta. Bila kelak kembali, koin emas ini kuambil lagi!”
Getap terkejut. Ia dan pangeran itu dalam satu tujuan. Ia pun harus mencari raksasa bila ingin kembali menjadi manusia. Cepat-cepat Getap turun dari pohon. Diam-diam ia bergelayut di jubah pangeran itu.
Bersama sang pangeran, Getap melanjutkan perjalanan menembus malam. Setelah berjalan jauh ke tengah hutan, pangeran itu berhenti di sebuah pondok kecil. Ia mengetuk pintu pondok itu. Seorang laki-laki pendek berperut buncit membukakan pintu. Dialah pemilik pondok itu.
Pangeran itu memberi salam dan berkata, “Aku Pangeran Wulung. Bisakah kau memberiku makanan dan mengizinkanku bermalam?”
Pemilik pondok mempersilakannya masuk, lalu menghidangkan makan malam. Getap pun kelaparan. Ia bersembunyi di bawah pinggiran piring Pangeran. Saat Pangeran lengah, ia mengambil nasi di piring.
Esoknya, Pangeran Wulung memberi sekantong koin emas pada pemilik pondok. Pemilik pondok itu menolak. Pangeran Wulung berkata,
“Pakailah untuk membiayai siapa saja yang meminta makan dan menginap di pondokmu!”
“Sungguh baik hatimu! Apa tujuanmu di hutan ini?” tanya pemilik pondok.
“Ayahanda menugasiku menangkap raksasa yang sering mengganggu manusia.”
“Kalau begitu, aku akan menolongmu sampai ke tujuan!”
Pemilik pondok itu lalu meniup tubuh Pangeran Wulung. Perut buncitnya kembang kempis memompa udara. Lama-kelamaan angin yang berhembus dari mulutnya semakin kencang. Jubah Pangeran Wulung, tempat Getap erat berpegangan, melambai-lambai.
Pangeran bersama Getap tertiup tinggi di angkasa. Mereka melewati gunung, ngarai, sungai, dan akhirnyamendarat di sebuah gua.
Seorang raksasa sedang duduk bermalas-malasan di mulut gua. Getap putus asa melihatnya. Bagaimana mungkin ia sanggup membunuh raksasa itu dan mengambil hatinya! Tapi kalau tak berbuat apa-apa, ia akan menjadi kurcaci selamanya!
Saat Getap masih bimbang, Pangeran Wulung telah melompat ke hadapan si Raksasa.
“Grrh…grrh…,” Raksasa berusaha menangkap Pangeran yang menyerang dengan pedang.
Tak beberapa lama Raksasa berhasil menyambar pedang. Tubuh Pangeran Wulung seketika terangkat bersama pedangnya. Tanpa berpikir panjang, Getap melompat cepat. Dan… hop, ia berhasil meraih daun telinga raksasa. Ia masuk ke dalam telinga, lalu berteriak sekuat tenaga, “Hei, Raksasa! Cepat bebaskan Pangeran!”
Raksasa mencari-cari asal suara. Getap memukul-mukul gendang telinga.
“Ooo… Wuuh…!” Raksasa melolong.
“Lepaskan Pangeran dan berlututlah! Kau akan kuampuni!”
Raksasa menurut. Ia menurunkan Pangeran dan berlutut. Getap melompat keluar dari telinga raksasa. Raksasa itu ketakutan melihat Getap yang kecil, namun sanggup membuatnya kesakitan. Ia memohon ampun.
Getap kembali bimbang. Ia harus membunuh raksasa itu bila ingin terbebas dari kutukan. Tapi, ia telah berjanji mengampuni raksasa itu bila mau menyerah. Dengan berlinang air mata, Getap berkata, “Pergilah kau sejauh-jauhnya. Jangan pernah mengganggu manusia lagi!”
Pangeran Wulung berseru, “Kurcaci, kau memiliki hati sebesar raksasa. Kau melepaskan musuhmu begitu saja! Padahal kau pasti perlu sesuatu darinya!”
Getap hanya menangis tersedu dan beranjak pergi. Ia ingin segera pulang. Ia ingin seperti si Raksasa, memohon ampun bila berbuat salah. Ia tak perlu takut mengakui kesalahan.
“Tunggu, dengarkan aku!” kata Pangeran Wulung. “Aku menyimpan sekantong koin emas di bawah pohon besar di pinggir hutan. Ambillah untukmu!”
Setelah saling mengucapkan terima kasih, Pangeran dan Getap berpisah. Getap memulai perjalanannya pulang ke rumah. Setiba di desanya, ia membeli banyak kambing dengan koin emas dari Pangeran.
Begitu bertemu pamannya di rumah, Getap memohon dengan air mata mengucur deras,” Maafkan aku, Paman. Aku tidak awas menjaga kambingmu.”
“Aku menyesal mengutukmu,” ratap sang Paman. Ia tak pernah berhenti menangis sejak keponakannya itu pergi.
Diangkatnya anak itu dan ia ciumi penuh kasih. Perlahan-lahan, si kurcaci berubah menjadi manusia kembali.
Paman dan keponakan itu berpelukan kembali. Sejak itu Getap dan pamannya hidup rukun dan sejahtera bersama kambing-kambing mereka.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Lena D.
Bertemu Karakter Favorit di Doraemon Jolly Town MARGOCITY, Apa Saja Keseruannya?
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR