Raya membuka kotak kecil itu. Betapa terkejutnya Raya karena nenek mungil yang semula di dalam kotak sudah tidak ada. Ia kebingungan mencari-cari Si Nenek Mungil.
Barangkali jatuh di dalam tas. Ia pun membongkar tas kecil yang ia bawa. Namun, tak ada. Raya bingung.
Raya kebingungan. Jika tidak ada yang satu kelompok dengannya, maka ia tidak boleh mengikuti sayembara itu.
Tanpa sadar Raya meneteskan air mata. Ia begitu ingin mengikuti sayembara ini dan mewujudkan cita-citanya untuk menjadi koki istana.
“Nek, maafkan Raya, ya,” kata Raya sambil meneteskan air mata. Ia teringat betapa bahagia Neneknya saat Raya mengatakan ingin menjadi koki istana. Raya teringat bagaimana Nenek mengajarinya memasak. Raya menangis dan berdoa agar ada kesempatan lagi.
“Hai Raya,” tiba-tiba ada suara lembut yang menyapanya. Raya menegakkan kepala, ia sangat terkejut melihat seorang Nenek yang sangat mirip dengan nenek yang ditolongnya kemarin.
“Yuk kita keluar, sebentar lagi sayembara dimulai,” kata Nenek itu.
Raya yang masih setengah tidak percaya, hanya diam tak bergerak. Nenek itu menarik dengan lembut tangan Raya dan menunjuk ke arah meja nomor 7.
Para peserta sudah siap memulai. Raya dan Nenek buru-buru merapikan baju dan memakai celemek.
“Yaaaaa….. Masakan kali ini harus berbahan dasar …. PEPAYA!”
Semua peserta membuka kotak yang berisi berbagai bahan di sana. Ada daun pepaya, bunga pepaya, dan buah pepaya. Mengolah pepaya bukanlah hal yang mudah karena jika salah mengolah bisa pahit hasilnya.
“Ah! Nenek pernah ajarkan aku caranya!” kata Raya dengan penuh semangat.
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR