Raya setengah berlari ke arah istana untuk mengikuti sayembara memasak di istana. Ia sudah lebih percaya diri dari sebelumnya. Raya juga membawa nenek mungil ajaib yang ia simpan di dalam kotak.
Sesampainya di istana, Raya buru-buru mengelap keringat, memberikan salam hormat kepada siapapun yang ia lewati. Ia tersenyum kepada semua orang walaupun beberapa tak membalas atau malah mencibirnya.
“Lo, Raya? Kok, ada di sini? Memangnya kamu punya teman untuk ikut sayembara memasak?” tanya Kera.
Raya hanya mengangguk walaupun sedih rasanya mengingat ia pernah ditolak Kera saat mengajaknya satu kelompok.
“Iya, syukurnya ada teman sekelompok Kera,” jawab Raya.
“Hmmm siapa? Aku tidak melihat siapapun di dekatmu?” tanya Kera sambil melihat-lihat di sekitar.
“Bersama … hmm…. Nenek,” jawab Raya sedikit ragu.
“Hah? Nenek? Kamu memasak sama nenek-nenek? Kasihan sekali, sih!” kata Kera sambil tersenyum meninggalkan Raya.
Raya hanya tersenyum. “Malah bersama Nenek, Raya jadi yakin,” kata Raya dalam hati sambil tersenyum.
Prajurit istana mengumumkan bahwa sebentar lagi sayembara memasak akan dimulai. Raya mendapatkan meja nomor 7.
“Maaf, bolehkah saya ke toilet dulu sebelum mulai memasak?” tanya Raya.
“Boleh silahkan,” jawab salah seorang prajurit.
Raya cepat-cepat ke toilet untuk membuka kotak ajaib yang ditinggalkan Nenek kemarin. Dalam tulisan Nenek, Raya untuk memejamkan mata dan mengucapkan permohonan, maka nenek mungil di dalam kotak akan berubah menjadi Nenek yang beruwujud seperti manusia.
Raya membuka kotak kecil itu. Betapa terkejutnya Raya karena nenek mungil yang semula di dalam kotak sudah tidak ada. Ia kebingungan mencari-cari Si Nenek Mungil.
Barangkali jatuh di dalam tas. Ia pun membongkar tas kecil yang ia bawa. Namun, tak ada. Raya bingung.
Raya kebingungan. Jika tidak ada yang satu kelompok dengannya, maka ia tidak boleh mengikuti sayembara itu.
Tanpa sadar Raya meneteskan air mata. Ia begitu ingin mengikuti sayembara ini dan mewujudkan cita-citanya untuk menjadi koki istana.
“Nek, maafkan Raya, ya,” kata Raya sambil meneteskan air mata. Ia teringat betapa bahagia Neneknya saat Raya mengatakan ingin menjadi koki istana. Raya teringat bagaimana Nenek mengajarinya memasak. Raya menangis dan berdoa agar ada kesempatan lagi.
“Hai Raya,” tiba-tiba ada suara lembut yang menyapanya. Raya menegakkan kepala, ia sangat terkejut melihat seorang Nenek yang sangat mirip dengan nenek yang ditolongnya kemarin.
“Yuk kita keluar, sebentar lagi sayembara dimulai,” kata Nenek itu.
Raya yang masih setengah tidak percaya, hanya diam tak bergerak. Nenek itu menarik dengan lembut tangan Raya dan menunjuk ke arah meja nomor 7.
Para peserta sudah siap memulai. Raya dan Nenek buru-buru merapikan baju dan memakai celemek.
“Yaaaaa….. Masakan kali ini harus berbahan dasar …. PEPAYA!”
Semua peserta membuka kotak yang berisi berbagai bahan di sana. Ada daun pepaya, bunga pepaya, dan buah pepaya. Mengolah pepaya bukanlah hal yang mudah karena jika salah mengolah bisa pahit hasilnya.
“Ah! Nenek pernah ajarkan aku caranya!” kata Raya dengan penuh semangat.
Ia dengan lincah mengambil bahan dan mengolahnya. Nenek mungil ajaib yang sudah berubah wujud menjadi teman memasaknya hanya menyemangati Raya.
“Nenek tahu kamu pasti bisa!” kata Nenek. Raya mengangguk dan tersenyum. “Raya akan berusaha, Nek!”
Beberapa peserta masih kebingungan. Tak banyak yang bisa mengolah papaya. Memang bahan ini membutuhkan strategi memasak.
“Waktunya lima belas menit lagi!” kata prajurit mengingatkan.
Raya sudah selesai membuat sayur daun papaya dan tumis bunga pepaya. Ia berencana membuat salad dengan buah pepaya segar yang masih tersisa.
“Lima…. Empat… Tiga ….” prajurit sudah menghitung mundur.
Raya ingat kata Nenek bahwa koki yang baik akan membersihkan dan merapikan dapurnya. Ia pun melakukan hal yang sama.
“Waktu habis! Semuanya berhenti bekerja!” kata Prajurit.
Huuuuhhhh….
Raya menghemburkan nafas panjang. Ia lega karena semua masakannya selesai dan mejanya sudah bersih serta rapi. Raya tersenyum manis.
“Kamu sudah berusaha dengan baik Raya,” kata Nenek sambil tersenyum. Raya mengangguk.
“Apapun hasilnya, Raya sudah senang bisa ikut sayembara,” jawab Raya.
“Penilaian sudah selesai. Saatnya pengumuman pemenang sayembara yang akan menjadi kepala koki istana…” sebuah suara dari atas podium.
Jantung Raya berdetak kencang. Lebih kencang dari biasanya.
“Pemenangnya adalah …. Peserta dari meja nomor Tujuuuuhhhhh….” kata Raja memberikan pengumuman.
Raya hampir tidak percaya. Ia melihat lagi nomor peserta yang menempel di celemeknya. Benar-benar nomor tujuh. Raya menang. Raya menjadi koki istana.
Ia maju ke depan podium, diserahkan hadiah oleh Raja dan diberikan spatula istana, sebuah tanda bahwa Raya adalah kepala koki di istana mulai saat ini.
Semua bertepuk tangan. Semua juri memuji betapa enaknya masakan Raya. Dari atas podium, Raya melihat Nenek mungil yang menemaninya memasak. Nenek melambai pada Raya dan Raya pun membalas lambaian itu. Nenek pun menghilang.
Saya melihat isi di dalamnya tasnya. Ada kotak kecil yang dititipkan nenek kemarin lagi. Saat ia buka, masih ada nenek mungil ajaib.
“Terima kasih Nek,” kata Raya penuh syukur.
Tamat
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR