Sudah beberapa hari ini ada banyak orang di halaman rumah Datuk. Orang-orang itu adalah para pekerja yang sedang mengerjakan pekerjaan di halaman. Mereka membuat jalan setapak yang dapat dilalui kursi roda.
“Nah, nanti kalau jalan setapak ini sudah jadi, teman-teman Datuk dapat lebih mudah ke sini,” ujar Datuk.
“Teman-teman Datuk yang berkursi roda, ya?” tanya Rudi.
“Bukan hanya itu. Teman-teman Datuk yang bersepatu roda juga pasti senang,” jawab Datuk.
“Benar sekali!” sahut Runi yang berada di teras. Ia memakai sepasang sepatu roda.
“Sebelum jalan setapak ini jadi, aku terpaksa bermain di lorong-lorong dalam rumah,” sambung Runi lagi.
“Kamu yang menjatuhkan majalah di lorong, ya?” tuduh Rudi.
“Aku enggak sengaja, kok,” kilah Runi. Kedua anak itu segera berdebat sengit.
“Sudah… Sudah… Jangan bertengkar,” lerai Datuk.
Kedua anak itu berhenti berdebat. Perhatian mereka teralih kepada kertas besar yang ada di tangan Datuk. Kertas yang ukurannya sebesar koran itu bergambar sebuah taman yang indah.
“Lihat! Halaman kita akan jadi seperti ini,” ujar Datuk sambil membentangkan kertas itu.
“Wow! Bagus sekali. Aku sudah tak sabar melihatnya,” seru Runi kagum.
Hari-hari berikutnya, Datuk, Runi, dan Runi makin sering terlihat di halaman. Mereka memantau pembangunan jalan setapak di halaman mereka. Runi memastikan para pekerja itu tidak merusak pohon-pohon buah kesukaannya. Beberapa hari kemudian, jalan setapak itu selesai. Di tepinya ada beberapa lampu sebagai penerang saat malam.
“Sayang sekali hari ini hujan. Aku sudah tak sabar ingin bermain di luar,” ucap Runi.
“Iya. Aku juga sudah tak sabar,” sahut Rudi.
Sepanjang sore itu, Runi dan Rudi sibuk mempersiapkan perlengkapan sekolah dan mengerjakan tugas. Kedua anak itu sama-sama tak sabar menantikan hujan berhenti. Namun hujan masih tetap turun sampai malam menjelang.
“Runi, dengar. Hujan sudah berhenti. Kita keluar, yuk,” ajak Rudi.
“Ayo!” jawab Runi bersemangat. “Aku mau main sepatu roda di halaman,” sambungnya lagi.
“Hati-hati, licin, lo. Kan, habis hujan,” ujar Rudi mengingatkan.
Runi mengabaikan peringatan saudara kembarnya itu. Ia tetap memakai sepatu rodanya. Sementara Rudi lebih dulu melangkah ke halaman. Rudi melangkah pelan dengan penuh kekaguman. Halaman itu terlihat berbeda setelah ada jalan setapak dan lampu-lampu bercahaya kuning.
Srrr… Srrr…. Runi meluncur dengan sepatu rodanya. Tawa bahagianya terdengar sampai jauh. Tiba-tiba tawa itu berganti dengan jeritan.
“Aaaaa! Apa ituuu?! Ada raksasaaa!!!” teriak Runi.
Rudi segera menghampiri saudara kembarnya itu. Rudi datang di saat yang tepat. Saat itu Runi hampir saja tergelincir tetapi Rudi berhasil menangkapnya.
“Ada raksasa di situ,” kata Runi gugup. Jarinya menunjuk ke arah tembok dengan gemetar.
“Di tembok?” tanya Rudi bingung.
“Sekarang sudah tidak ada lagi,” sahut Runi sambil mengerjapkan matanya.
“Ada apa? Ada apa? Runi, kamu baik-baik saja?” tanya Bu Dini yang keluar dari dalam rumah. Rupanya ia mendengar teriakan Runi. Di belakangnya ada Datuk yang berjalan tertatih-tatih.
“Aaaaa!” kali ini Runi dan Rudi kompak menjerit melihat bayangan besar yang ada di dinding. Bu Dini yang membelakangi tembok tidak dapat melihat bayangan itu.
“Hua ha ha ha!” terdengar Datuk tertawa keras.
Bu Dini bertambah bingung karena ada yang menjerit ngeri, ada juga yang tertawa.
“Ada apa ini?” tanya Bu Dini tegas.
Runi, Rudi, dan Datuk serempak menunjuk ke arah tembok. Di tembok putih itu ada bayangan besar yang bergerak-gerak makin lama makin tinggi. Bayangan raksasa yang memiliki sungut itu terlihat mengembangkan sayap, kemudian terbang. Runi dan Rudi kembali menjerit. Sementara Datuk kembali tertawa.
“Jangan takut. Itu cuma bayangan ngengat, kok,” hibur Bu Dini sambil memeluk kedua anaknya.
“Ngengat?” tanya Rudi sambil memandang ke lampu dekat tembok.
Ada ngengat yang hinggap di lampu itu. Bayangan raksasa itu ternyata bayangan ngengat. Setelah mengetahui hal itu, Rudi tidak takut lagi. Rudi pun ikut tertawa bersama Datuk. Perlahan-lahan Runi pun memahami, raksasa yang dilihatnya adalah bayangan ngengat. Bayangan itu bertambah besar saat sang ngengat membentangkan sayapnya. Kemudian Datuk mengajak mereka semua duduk di teras. Sambil menikmati jahe panas, Datuk bercerita tentang serangga-serangga yang suka mendatangi lampu.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Sylvana Hamaring Toemon.
Bisa Mengisi Waktu Liburan, Playground Berbasis Sains Interaktif Hadir di Indonesia!
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR