Kerupuk yang satu ini hanya digoreng dengan pasir. Meski begitu, rasanya gurih banget, lo.
Kenapa Mares?
Nama mares adalah singkatan dari lemah ngeres (lemah = pasir, ngeres = berpasir). Maksudnya, kerupuk ini digoreng menggunakan pasir. Ketika dipanasi dalam wajan, pasirnya menjadi panas dan menimbulkan bunyi gemerisik. Kerupuk ini juga kadang jadi sedikit tercampur pasir, atau ngeres.
Selain disebut mares, kerupuk singkong ini juga disebut kerupuk melarat. Konon, nama ini diberikan karena kerupuk ini dibuat dengan cara sederhana dan serba irit. Bahannya dari singkong. Menggorengnya, hanya dengan pasir. Bahan bakarnya kayu. Harga jualnya pun murah meriah. Orang yang uangnya pas-pasan bisa menikmati kerupuk yang super gurih ini.
Pasir Sungai
Meskipun digoreng menggunakan pasir, pasirnya tidak sembarangan, lo. Pasir yang digunakan harus pasir sungai. Itu pun pasir yang letaknya di bagian tengah sungai, biasanya arusnya lebih deras, jadi pasirnya lebih bersih. Juga tidak ada sampah yang tersangkut atau bercampur di sana.
Pasirnya Selalu Dikontrol
Pasir yang diambil dari sungai tidak bisa langsung dipakai menggoreng. Pasir itu disaring terlebih dahulu. kemudian, dijemur. Setelah itu, baru digunakan untuk menggoreng. Pasir yang sudah cukup lama digunakan menggoreng, warnanya akan berubah hitam dan semakin habis. Jika sudah seperti itu, pasirnya pun diganti dengan yang baru.
Khas Cirebon
Kerupuk mares atau melarat ini sudah menjadi makanan khas Cirebon. Kerupuk ini cukup terkenal. Bahkan, digemari juga oleh orang-orang dari luar cirebon. Kerupuk mares banyak dibuat di Desa Gesik, Kecamatan Tengah Tani, Cirebon. Kerupuk mares biasanya dijual dalam plastik berbagai ukuran dengan harga yang berbeda-beda.
Kerupuk mares lahir dari pikiran dan tangan kreatif. Jika punya ide makanan unik, cobalah buat. Siapa tahu, bisa menjadi makanan khas di kotamu.
Teks: Joko, Foto: Ricky Martin
Tomat-Tomat yang Sudah Dibeli Bobo dan Coreng Hilang! Simak Keseruannya di KiGaBo Episode 7
Penulis | : | willa widiana |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR