Pada zaman dahulu kala, di sebuah pulau yang kaya timah, hiduplah Putri Naninggala. Putri Naninggala ini sangat baik hati, pemurah, dan bijaksana. Semua penduduk di pulau itu sangat menghormatinya. Hanya satu kekurangan Putri Naninggala. Ia sangat penakut. Dia takut pada ulat, cacing, laba-laba, bahkan dengan binatang-binatang seperti ayam, burung, dan ikan.
Suatu hari, ayahandanya, Raja Klantinggala, memanggilnya. Ia hendak meminta tolong kepadanya. Diajaknya Putri Naninggala ke pantai. Di sana, tampaklah pemandangan yang mengerikan. Seekor burung besar sedang menggelepar-gelepar kesakitan, dipegangi oleh beberapa punggawa Putri Naninggala kerajaan.
“Ayaaah! Aku takuuut!” jerit Putri Naninggala sambil berpaling hendak pergi. Namun, Raja menahannya.
“Ayah mohon, Nak, burung kelayang ini terluka kena semburan api naga. Obatnya hanya sentuhan tangan seorang putri raja. Kau harus meletakkan tanganmu di atas lukanya sampai lukanya mengering,” ucap Raja Klantinggala.
Burung itu menguak kesakitan. Paruhnya tampak berkilat-kilat tajam. Putri Naninggala gemetaran. Dia takut sekali. Burung itu tampak sangat liar. Namun, dia juga tampak menderita. Putri Naninggala yang lembut hati tidak tega melihatnya. Akhirnya, ia memberanikannya dirinya untuk maju dan mengulurkan tangan.
“Kwaaaaaaaaaaaaaaaakk!!” Burung itu menguak keras dan paruhnya nyaris menyambar tangan Putri. Putri Naninggala mundur ketakutan. Inginnya ia kabur dari pantai itu, tetapi Raja mendorongnya untuk terus mendekati burung itu.
Para punggawa semakin keras memegangi burung itu sampai burung itu tidak terlalu meronta-ronta. Putri Naninggala maju terus dengan tangan gemetaran sampai akhirnya ia berhasil meletakkan tangannya di atas luka burung itu. Namun, oooww… luka itu terasa panas sekali! Dengan tabah, Putri Naninggala menahan tangannya tetap di situ.
Burung kelayang itu langsung terdiam saat tangan Putri menyentuh lukanya. Tak berapa lama, tubuhnya mulai terasa mengendur, matanya mulai terpejam. Sepertinya, sentuhan Putri Naninggala betul-betul mengobati lukanya.
Tiga hari lamanya Putri Naninggala memegangi luka si burung kelayang, nyaris tanpa henti. Pada hari ketiga, luka burung itu sudah kering. Pada hari kelima, burung itu sudah sembuh seperti sedia kala. Ia sangat berterima kasih pada Putri Naninggala dan ayahnya. Sebelum terbang pergi, ia berjanji akan kembali di saat negeri ini membutuhkannya.
***
Tahun-tahun berlalu. Raja Klantinggala sudah lama mangkat. Putri Naninggala, yang sudah tidak terlalu penakut lagi, memerintah pulau kecil kaya timah itu. Semakin lama, pulau ini semakin terkenal akan timahnya. Banyak pulau dan kerajaan lain yang membeli timah dari Putri Naninggala. Sayangnya, kekayaan timah inilah yang membuat Negeri Seberang Lautan ingin menguasai pulau itu.
Suatu hari, datanglah kabar bahwa Negeri Seberang Lautan akan datang menyerang. Putri Naninggala kebingungan. Selama ini, mereka hidup tenteram dan aman. Dia tidak punya prajurit kuat untuk mempertahankan pulau.
“Kwaaaaaaaaaaaaaaaaaak!” Tiba-tiba, di tengah kebingungannya, seekor burung besar muncul dan hinggap di hadapan Putri Naninggala.
“Kwaaak… Ingatkah kau, Putri? Aku burung kelayang yang dulu kamu selamatkan. Aku akan memenuhi janjiku. Malam ini, aku dan prajurit-prajuritku akan menyelamatkan pulau ini.”
Benarlah... Saat malam tiba, burung-burung kelayang berdatangan ke pulau itu. Putri Naninggala masih tidak mengerti, bagaimana caranya burung-burung bisa melawan serangan ganas armada perang Negeri Seberang Lautan. Namun, burung kelayang meyakinkan Putri Naninggala bahwa rencananya pasti berhasil.
Malam itu gelap sekali. Bulan bersinar samar-samar. Dan saat dari kejauhan terdengar terompet perang dari kapal perang Negeri Seberang Lautan, burung-burung itu terbang berhamburan ke arah laut dan tak lama terdengar suara benturan-benturan keras berturutan.
Ternyata pasukan burung kelayang itu mengubah diri mereka menjadi batu-batu granit besar yang muncul di sekitar pulau itu. Malam yang gelap menyamarkan kehadiran mereka. Armada perang Negeri Seberang Lautan langsung kocar-kacir menabrak batu-batu besar itu.
Sampai sekarang, kalau kamu berkunjung ke pulau itu, Pulau Belitung, kamu akan melihat batu-batu besar itu. Dan salah satunya, berbentuk burung kelayang. Burung yang dulu diselamatkan Putri Naninggala dengan mengalahkan ketakutannya.
***
Aku menarik nafas lega. Adikku, Satya, akhirnya bisa tertidur dengan tenang. Dari tadi ia mabuk laut dan gelisah terus. Makanya aku mendongengkannya cerita tentang Putri Naninggala dan batu-batu granit besar yang bermunculan di laut sekitar Pulau Belitung.
Ssst… belakangan aku baru tahu, kalau batu-batu granit besar itu muncul saat pergeseran lempengan Sunda beribu tahun lampau! Hihihi… main mengarang saja…
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.
Makna Pancasila Sila Ketiga bagi Masyarakat, Materi Kelas 4 SD Kurikulum Merdeka
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR