“Kwaaak… Ingatkah kau, Putri? Aku burung kelayang yang dulu kamu selamatkan. Aku akan memenuhi janjiku. Malam ini, aku dan prajurit-prajuritku akan menyelamatkan pulau ini.”
Benarlah... Saat malam tiba, burung-burung kelayang berdatangan ke pulau itu. Putri Naninggala masih tidak mengerti, bagaimana caranya burung-burung bisa melawan serangan ganas armada perang Negeri Seberang Lautan. Namun, burung kelayang meyakinkan Putri Naninggala bahwa rencananya pasti berhasil.
Malam itu gelap sekali. Bulan bersinar samar-samar. Dan saat dari kejauhan terdengar terompet perang dari kapal perang Negeri Seberang Lautan, burung-burung itu terbang berhamburan ke arah laut dan tak lama terdengar suara benturan-benturan keras berturutan.
Ternyata pasukan burung kelayang itu mengubah diri mereka menjadi batu-batu granit besar yang muncul di sekitar pulau itu. Malam yang gelap menyamarkan kehadiran mereka. Armada perang Negeri Seberang Lautan langsung kocar-kacir menabrak batu-batu besar itu.
Sampai sekarang, kalau kamu berkunjung ke pulau itu, Pulau Belitung, kamu akan melihat batu-batu besar itu. Dan salah satunya, berbentuk burung kelayang. Burung yang dulu diselamatkan Putri Naninggala dengan mengalahkan ketakutannya.
***
Aku menarik nafas lega. Adikku, Satya, akhirnya bisa tertidur dengan tenang. Dari tadi ia mabuk laut dan gelisah terus. Makanya aku mendongengkannya cerita tentang Putri Naninggala dan batu-batu granit besar yang bermunculan di laut sekitar Pulau Belitung.
Ssst… belakangan aku baru tahu, kalau batu-batu granit besar itu muncul saat pergeseran lempengan Sunda beribu tahun lampau! Hihihi… main mengarang saja…
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR