“Mama, aku mau lihat bunga besaaar!” rengek Nia pada ibunya.
“Bzzzzz… bzzzz… aku mau hinggap di bunga besar berbau enak itu,” dengung seekor lalat.
“Bzzzzz… bzzzz… aku juga. Mana bunga berbau enak itu?” dengung lalat lainnya yang ditimpali oleh lalat-lalat lainnya.
Bunga istimewa? Bunga besar? Bau yang enak? Semua orang menunggu-nunggu untuk melihatnya mekar? Rafflesia Arnoldi terperangah mendengarnya.
Ya, Peri Hijau tidak benar-benar membuat Rafflesia Arnoldi pergi dari petak bunganya. Ia hanya menyihir Rafflesia agar bisa tak terlihat dan tak berbau. Rafflesia melihat sendiri, betapa Pak Toto yang baik hati jadi sedih karenanya. Para pengunjung ternyata menganggap dia istimewa. Bahkan, seorang anak menyebutnya sebagai bunga kebanggaan Indonesia!
Lalu, lalat-lalat pun ternyata menganggap baunya enak Mereka tidak sabar ingin duduk di kelopaknya dan menghirup dalam-dalam baunya. Ternyata, ada juga yang menganggap baunya enak.
“Bagaimana, Rafflesia? Kamu ingin kembali demi mereka?” tanya Peri Hijau sambil tersenyum manis. Tentu saja Rafflesia mengangguk-angguk dengan penuh semangat.
PLOP! Rafflesia Arnoldi pun muncul kembali. Mekar penuh, lebih besar daripada bunga-bunga bangkai lain yang pernah mekar di kebun raya ini.
Mata Pak Toto langsung bersinar melihat ia kembali. Ia dipuji oleh Pak Heru atas ketelatenannya merawat Rafflesia sampai bisa mekar sebesar ini. Para pengunjung pun berseru kagum, mengaguminya. Soal baunya? Ah, giliran lalat-lalat yang bersorak senang!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR