Alkisah, pada suatu ketika, hiduplah suatu bunga yang merasa gelisah setiap kali tiba waktunya mekar. Namanya Rafflesia Arnoldi.
Malam ini, adalah malam sebelum ia mekar keesokan harinya. Ia menatap bulan di atasnya dengan gelisah. Ia sediiiih sekali! Dia, kan, bunga yang bau. Saat bunga-bunga lain mewangi semerbak saat mekar, Rafflesia Arnoldi malah berbau tidak sedap. Orang-orang di tempat tinggalnya, yaitu Kebun Raya Bogor, akan datang mengunjunginya sambil menutup hidung. Mereka menuding-nuding dirinya. Berbisik-bisik akan baunya yang sungguh tidak sedap.
Rafflesia sedih sekali. Ia ingin pergi saja dari kebun raya itu. Dipanggilnya Peri Hijau, pelindung para bunga.
“Peri Hijau, tolong aku. Aku mau pergi dari sini,” bisik Rafflesia muram.
Tentu saja Peri Hijau terkejut mendengar permintaan itu. Tetapi, saat ia mendengar alasannya, Peri Hijau tersenyum maklum. Setelah berpikir sesaat, ia memutuskan untuk mengabulkan permintaan Rafflesia Arnoldi.
Peri Hijau menghembuskan serbuk keemasan ke bunga Rafflesia Arnoldi yang sudah hampir mekar. ZAP! Rafflesia pun menghilang.
Keesokan harinya, saat Pak Toto, pengurus Kebun Raya datang memeriksa, ia terkejut sekali! Bunga Rafflesia Arnoldi yang sudah dirawatnya dengan susah payah, tiba-tiba hilang saat hendak mekar. Lebih sedih lagi saat Pak Heru, kepala pengurus, datang dan menegur dirinya. Pak Heru pikir Pak Toto tidak merawat bunga istimewa itu dengan baik hingga bunga itu tidak jadi mekar.
Kemudian, para pengunjung Kebun Raya berbondong- bondong menghampiri petak tempat Rafflesia Si Bau Rafflesia Arnoldi. Mereka tak sabar ingin melihat Rafflesia mekar. Betapa terkejut dan kecewanya mereka saat sampai di sana. Tidak ada bunga merah besar yang sedang mekar. Padahal mereka sudah lama sekali menunggu-nunggu.
Lalu, lalat-lalat berdatangan. Dari kemarin mereka sudah mulai mencium bau Rafflesia. Tetapi hari ini, saat seharusnya bau itu semakin tajam, mereka malah tidak mencium apa-apa. Mereka juga mendengung-dengung kecewa.
“Bagaimana ini? Rafflesia, kan, bunga yang istimewa. Daya tarik utama Kebun Raya Bogor,” keluh Pak Heru.
“Rafflesia… apakah aku salah merawatmu selama ini?” gumam sedih Pak Toto.
“Ayaaah, mana bunga berbau bangkainya?” tanya Roni, salah satu pengunjung cilik.
“Mama, aku mau lihat bunga besaaar!” rengek Nia pada ibunya.
“Bzzzzz… bzzzz… aku mau hinggap di bunga besar berbau enak itu,” dengung seekor lalat.
“Bzzzzz… bzzzz… aku juga. Mana bunga berbau enak itu?” dengung lalat lainnya yang ditimpali oleh lalat-lalat lainnya.
Bunga istimewa? Bunga besar? Bau yang enak? Semua orang menunggu-nunggu untuk melihatnya mekar? Rafflesia Arnoldi terperangah mendengarnya.
Ya, Peri Hijau tidak benar-benar membuat Rafflesia Arnoldi pergi dari petak bunganya. Ia hanya menyihir Rafflesia agar bisa tak terlihat dan tak berbau. Rafflesia melihat sendiri, betapa Pak Toto yang baik hati jadi sedih karenanya. Para pengunjung ternyata menganggap dia istimewa. Bahkan, seorang anak menyebutnya sebagai bunga kebanggaan Indonesia!
Lalu, lalat-lalat pun ternyata menganggap baunya enak Mereka tidak sabar ingin duduk di kelopaknya dan menghirup dalam-dalam baunya. Ternyata, ada juga yang menganggap baunya enak.
“Bagaimana, Rafflesia? Kamu ingin kembali demi mereka?” tanya Peri Hijau sambil tersenyum manis. Tentu saja Rafflesia mengangguk-angguk dengan penuh semangat.
PLOP! Rafflesia Arnoldi pun muncul kembali. Mekar penuh, lebih besar daripada bunga-bunga bangkai lain yang pernah mekar di kebun raya ini.
Mata Pak Toto langsung bersinar melihat ia kembali. Ia dipuji oleh Pak Heru atas ketelatenannya merawat Rafflesia sampai bisa mekar sebesar ini. Para pengunjung pun berseru kagum, mengaguminya. Soal baunya? Ah, giliran lalat-lalat yang bersorak senang!
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR