Para pelayan di puri itu mendengar tangisan Putri Luana.
Esok paginya, salah satu pelayan kepercayaan Betra mengantarkan makanan untuk Pangeran Leon. Karena penasaran, pelayan ini bercerita tentang pelayan baru yang menangis di depan pintu Pangeran Leon. Di saat itu juga, Pangeran Leon mulai tersadar dari sihir Betra. Ia heran, mengapa bisa berada dalam kamar di puri itu.
Malam ketiga akhirnya tiba. Putri Luana menatap kacang terakhir pemberian Kakek Katak. Itulah harapan terakhir Putri Luana untuk bertemu Pangeran Leon. Pelan-pelan, ia memecahkan kacang itu, dan keluarlah sehelai gaun indah bagai emas. Penyihir Betra kembali meminta gaun indah itu.
“Akan kupakai saat aku menikah dengan Pangeran Leon,” kata Betra. Ia lalu mengijinkan Putri Luana duduk di depan pintu kamar Pangeran Leon. Sekali lagi, Betra tak lupa memasukkan ramuan tidur di minuman Pangeran Leon.
Di tengah malam, Putri Luana kembali menangis di depan pintu.
“Pangeranku… Aku telah membebaskanmu dari tungku besi yang tertutup akar-akar menjalar. Aku telah mencarimu, mendaki gunung kaca, melompati pedang-pedang tajam, dan menyeberangi danau. Apakah kau bisa mengenal suaraku?”
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR