Tok tok tok…
Putri Luana mulai mengetuk pintu. Terdengar suara berat dari dalam rumah,
“Cucuku, Bintik Tiga, cepat buka pintu lebar-lebar! Siapa itu yang datang?”
Tak lama kemudian, seekor katak kecil membukakan pintu. Ada tiga bintik hitam di tubuhnya. Putri Luana pun masuk.
Di dalam rumah, tampak beberapa katak dewasa dan beberapa katak kecil. Mereka semua mengucapkan salam pada Putri Luana dan mengajaknya duduk di kursi meja makan.
“Mengapa kau bisa berada di tempat ini? Apa yang kau cari?” tanya katak-katak itu.
Putri Luana lalu menceritakan semua yang dialaminya. Tentang kecerobohannya yang mengucapkan lebih dari tiga kata, hilangnya Pangeran Leon, juga tentang dan perjalanannya yang jauh sampai ke rumah itu. Katak yang paling tua lalu berkata pada cucunya yang lain,
“Cucuku, Bintik Dua, cepat bawa ke sini lemari tua di sudut ruangan itu!”
Katak kecil dengan dua bintik hitam di badannya lalu pergi ke sudut ruangan. Ia membopong sebuah lemari tua ke depan kakeknya. Katak tua yang gemuk itu lalu membuka lemari besar itu. Ia mengeluarkan berbagai makanan lezat dari dalamnya. Ada daging panggang dan berbagai buah-buahan segar. Hidangan itu ditata di atas meja. Para katak lalu malam malam bersama Putri Luana.
Setelah makan, katak-katak itu lalu mengantar Putri Luana ke tempat tidur berhias seprei sutra indah. Putri Luana pun tertidur nyenyak malam itu.
Esok harinya, Kakek Katak membuka lemari besarnya. Ia mengeluarkan tiga benda dan memberikannya pada Putri Luana.
“Pangeran Leon kini berada di puri milik penyihir muda bernama Betra. Untuk menemukan calon tunanganmu, kau harus melewati gunung kaca yang tinggi, tiga pedang tajam, dan sebuah danau lebar. Karena itu, bawalah benda-benda ajaib ini. Jarum ajaib, sepatu ajaib, dan tiga butir kacang ajaib. Jagalah benda-benda ini baik-baik. Akan berguna saat kau berhadapan dengan penyihir Betra. Jangan lupa mengambil jubah ajaib Betra saat kau lari dari puri itu ,” pesan Kakek Katak.
Putri Luana sangat berterimakasih. Ia segera pergi mencari Pangeran Leon dengan membawa benda-benda pemberian Kakek Katak.
Beberapa waktu kemudian, Putri Luana tiba di gunung kaca yang sangat tinggi. Dia memasang jarum ajaib di sepatunya. Dengan jarum itu, ia jadi lebih cepat mendaki dan menuruni gunung kaca yang licin itu.
Setelah melewati gunung kaca, ia harus melewati deretan tiga pedang tajam. Putri Luana memakai sepatu ajaibnya sehingga bisa melompat di atas tiga pedang tajam.
Kini, ia sampai di rintangan terakhir. Ia harus menyeberangi sebuah danau besar. Ada sebuah perahu kecil tersedia di tepi danau. Putri Luana segera naik ke perahu itu, lalu mendayung perahu sampai ke seberang danau. Tubuhnya sangat kelelahan. Namun, saat melihat puri indah di dekat danau, ia kembali bersemangat. Itulah puri milik penyihir Betra.
Menurut Kakek Katak, penyihir Betra menemukan Pangeran Leon yang hilang ingatan di hutan. Ia lalu membawa Pangeran Leon ke purinya. Putri Luana merasa sangat bersalah karena telah berbicara lebih dari tiga kata. Kini, Pangeran Leon terkurung di puri itu.
Putri Luana lalu masuk ke puri itu, menyamar menjadi gadis yang mencari pekerjaan. Putri Luana diterima dan bekerja di dapur puri itu. Saat bekerja, Putri Luana mendengar cerita dari para pelayan penyihir Betra. Ternyata, Pangeran Leon dikurung di sebuah kamar. Putri Luana bertekad untuk membebaskan sang pangeran, namun ia tak tahu caranya.
Saat selesai mencuci piring di dapur, Putri Luana mengeringkan tangannya di bajunya. Tanpa sengaja, tangannya meraba tiga butir kacang di sakunya. Ah, Putri Luana baru teringat pada tiga kacang pemberian Kakek Katak.
“Kata Kakek Katak, kacang-kacang ini bisa menolongku. Tapi, bagaimana caranya?” pikir Putri Luana bingung sambil membuka kulit kacang pertama. Ajaib! Tiba-tiba muncul sehelai gaun sutera dari dalam kulit kacang itu. Ketika penyihir Betra melihatnya, ia sangat menginginkan gaun itu.
“Berikan gaun itu padaku. Akan kubeli dengan uang emas!” kata penyihir Betra.
“Gaun ini tidak kujual. Tapi, kau boleh memilikinya kalau aku diijinkan duduk di depan pintu kamar yang terkunci itu,” kata Putri Luana sambil menunjuk kamar tempat Pangeran Leon dikurung.
Penyihir Betra setuju. Maka gaun itu menjadi miliknya. Dan malamnya, Putri Luana duduk di depan pintu kamar Pangeran Leon. Ia berharap bisa memberitahu Pangeran Leon bahwa ia ada di puri itu. Namun Putri Luana tidak tahu kalau Betra telah memasukkan ramuan tidur di minuman Pangeran Leon. Malam itu, sang pangeran tertidur nyenyak. Ia samasekali tidak mendengar tangisan Putri Luana sepanjang malam di depan pintu.
“Pangeranku… Aku telah membebaskanmu dari tungku besi yang tertutup akar-akar menjalar. Aku telah mencarimu, mendaki gunung kaca, melompati pedang-pedang tajam, dan menyeberangi danau. Apakah kau bisa mengenal suaraku?”
Para pelayan lain mendengar tangisan Putri Luana.
“Siapa sebenarnya pelayan baru itu?” bisik-bisik pada pelayan.
Di malam hari berikutnya, Putri Luana memecahkan kacang kedua. Dan dari dalamnya, keluarlah sehelai gaun berwarna perak. Betra lagi-lagi menginginkan gaun itu. Sebagai gantinya, ia kembali mengijinkan Putri Luana duduk di depan pintu kamar Pangeran Leon.
Kali ini, Betra juga memasukkan ramuan tidur di minuman Pangeran Leon, sehingga malam itu sang pangeran kembali tertidur nyenyak. Ia samasekali tidak mendengar tangisan Putri Luana sepanjang malam di depan pintu.
“Pangeranku… Aku telah membebaskanmu dari tungku besi yang tertutup akar-akar menjalar. Aku telah mencarimu, mendaki gunung kaca, melompati pedang-pedang tajam, dan menyeberangi danau. Apakah kau bisa mengenal suaraku?”
Para pelayan di puri itu mendengar tangisan Putri Luana.
Esok paginya, salah satu pelayan kepercayaan Betra mengantarkan makanan untuk Pangeran Leon. Karena penasaran, pelayan ini bercerita tentang pelayan baru yang menangis di depan pintu Pangeran Leon. Di saat itu juga, Pangeran Leon mulai tersadar dari sihir Betra. Ia heran, mengapa bisa berada dalam kamar di puri itu.
Malam ketiga akhirnya tiba. Putri Luana menatap kacang terakhir pemberian Kakek Katak. Itulah harapan terakhir Putri Luana untuk bertemu Pangeran Leon. Pelan-pelan, ia memecahkan kacang itu, dan keluarlah sehelai gaun indah bagai emas. Penyihir Betra kembali meminta gaun indah itu.
“Akan kupakai saat aku menikah dengan Pangeran Leon,” kata Betra. Ia lalu mengijinkan Putri Luana duduk di depan pintu kamar Pangeran Leon. Sekali lagi, Betra tak lupa memasukkan ramuan tidur di minuman Pangeran Leon.
Di tengah malam, Putri Luana kembali menangis di depan pintu.
“Pangeranku… Aku telah membebaskanmu dari tungku besi yang tertutup akar-akar menjalar. Aku telah mencarimu, mendaki gunung kaca, melompati pedang-pedang tajam, dan menyeberangi danau. Apakah kau bisa mengenal suaraku?”
Malam itu, Pangeran Leon rupanya tidak meminum minuman dari Betra. Ketika mendengar tangis Putri Luana, kekuatan sihir Penyihir Tua dan Betra lenyap seketika. Pangeran Leon langsung mendobrak pintu dan berseru,
“Luana…. Kau yang telah membebaskan aku dari tungku besi Penyihir Tua. Kaulah putri sejati. Kau calon istriku…”
“Pangeranku… syukurlah, kau akhirnya mengenal aku…” seru Putri Luana. Mereka berpegangan tangan dan menangis terharu.
Malam itu juga, keduanya lari dari puri penyihir Betra. Putri Luana tak lupa membawa jubah ajaib Betra sehingga penyihir itu tak bisa mengejar mereka. Pertama, mereka naik perahu dan menyeberangi danau. Pangeran Leon lalu memakai sepatu ajaib dan melompati tiga pedang tajam sambil menggendong Putri Luana. Ia juga mendaki dan menuruni gunung kaca dengan bantuan jarum ajaib di sepatunya. Sementara Putri Luana bergelayut di punggungnya.
Beberapa saat kemudian, mereka sampai di rumah tua kecil milik keluarga Kakek Katak. Ketika Pangeran Leon dan Putri Luana masuk ke pintu rumah itu, terjadilah keajaiban. Seketika, rumah mungil itu berubah menjadi istana yang sangat besar. Semua katak berubah menjadi anggota keluarga kerajaan. Kakek Katak ternyata raja di istana itu.
Pangeran Leon dan Putri Luana pun melangsungkan pernikahannya di istana yang sangat besar itu. Tentu saja Putri Luana tak lupa menjemput ayahnya, Raja Gustel. Betapa gembira dan leganya Raja Gustel melihat putri kesayangannya selamat dan bahagia.
Tamat
(Diadaptasi dari dongeng Eropa, oleh L. Olivia / vp)
Dok. Majalah Bobo ©
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR