Dahulu kala, hiduplah seorang pria bernama Pak Muller. Ia memiliki tempat penggilingan gandum yang digerakkan oleh kincir angin. Di saat itu, tidak banyak orang yang memiliki tempat penggilingan gandum. Para petani dari beberapa desa, datang ke tempat Pak Muller untuk menggiling gandum mereka dan membayar pada Pak Muller. Itu membuat Pak Muller hidup berkecukupan. Ia bisa membeli ladang besar untuk menanam gandum.
Karena memiliki penggilingan gandum sendiri, Pak Muller juga dapat menjual gandumnya dengan harga lebih murah. Gandum dari sawah Pak Muller, selalu habis terjual di pasar di desa manapun. Kehidupan Pak Muller semakin kaya raya.
Akan tetapi, pada suatu ketika, ladang gandum Pak Muller habis dimakan hama. Lalu, terjadi gempa di desa Pak Muller, sehingga alat penggilingan gandumnya rusak. Karena sangat sedih, Pak Muller juga jatuh sakit cukup lama. Musibah-musibah itu membuat kekayaan Pak Muller habis sedikit demi sedikit.
Di suatu malam, seperti biasa Pak Muller tak bisa tidur nyenyak. Ia sangat sedih memikirkan kehidupannya yang kini menjadi miskin. Apalagi, sebentar lagi istrinya akan melahirkan anak. Bagaimana ia harus memelihara anaknya kalau tak punya uang samasekali.
Tanpa terasa, hari telah berganti. Kali ini, Pak Muller bertekad untuk memulai usahanya lagi. Maka sebelum fajar menyingsing, ia keluar rumah menikmati udara pagi.
Saat berjalan di tepi danau dekat tempat penggilingan gandum, tiba-tiba ia mendengar bunyi kecipuk air. Pak Muller mendekat untuk memeriksa tempat itu. Ia sangat terkejut ketika melihat seorang wanita cantik keluar dari dalam danau.
Pak Muller sangat ketakutan dan nyaris lari dari tempat itu. Namun ia juga penasaran, siapa sebetulnya wanita itu.
“Pak Muller, jangan takut. Aku adalah peri penghuni danau ini. Apa yang membuat kau terlihat sedih?” sapa wanita itu sebelum Pak Muller lari.
Pak Muller semakin terkejut peri itu tahu namanya. Namun, karena suara peri itu sangat ramah dan halus, Pak Muller memberanikan diri bercerita. Ia bercerita tentang kehidupan masa lalunya yang kaya raya. Dan kehidupannya yang kini sangat miskin.
Peri penghuni danau itu mengibur Pak Muller. Ia berjanji akan membantu Pak Muller agar bisa kaya dan makmur kembali seperti dulu. Namun ada syaratnya.
“Kau harus menyerahkan padaku benda yang paling muda yang kau temukan di rumahmu!” kata peri itu.
Pak Muller langsung menyetujui permintaan peri itu. Ia mengira, pasti anak kucing atau anak ayam yang ada di halaman rumahnya. Pak Muller pun kembali ke rumahnya dengan hati gembira.
Setiba di depan rumah, seorang pelayannya menyambut gembira. “Tuan, selamat ya! Nyonya telah melahirkan seorang bayi laki-laki!” seru pelayan itu penuh sukacita.
Pak Muller seketika menjadi pucat pasi. Kabar menggembirakan itu justru membuat ia sangat ketakutan. Dengan berat hati, Pak Muller menceritakan pada istrinya tentang perjanjiannya dengan peri penunggu danau. Istri Pak Muller meminta Pak Muller membatalkan perjanjiannya dengan peri itu, demi keselamatan anak mereka.
Akan tetapi, setelah lama memikirkannya, Pak Muller akhirnya menemukan jalan keluarnya sendiri.
“Peri itu tak akan keluar dari danau itu. Sebaiknya, kita jaga saja anak kita dengan hati-hati sejak kecil. Dia harus dilarang pergi ke danau dekat penggilingan itu…” ujar Pak Muller pada istrinya.
Begitulah yang dilakukan Pak Muller dan istrinya. Anak mereka yang bernama Hans, tumbuh besar tanpa pernah mendekat ke danau dekat penggilingan gandum. Sementara itu, kehidupan Pak Muller kembali makmur. Ladang gandumnya sangat subur. Ia membeli ladang yang lebih besar lagi dan menghasilkan gandum yang lebih banyak lagi.
Kehidupan Pak Muller menjadi berkali-kali lebih kaya dari sebelumnya. Namun, setiap hari ia tidak tenang dan hidup dalam ketakutan. Ia tidak bisa melupakan perjanjiannya dengan peri penghuni danau. Pak Muller tahu, suatu waktu, peri itu pasti akan menagih janjinya.
Tahun demi tahun berlalu. Hans tumbuh dewasa dan menjadi pemburu yang hebat. Pak Muller sangat bangga pada putranya itu, karena Hans sangat berani dan cerdas. Beberapa waktu kemudian, Pak Muller dan istrinya meninggal dunia. Hans tetap tinggal di rumah warisan kedua orangtuanya. Ia lalu menikah dengan Berta, seorang gadis gembala yang cantik dan baik hati.
Suatu hari, Hans pergi ke hutan untuk berburu rusa. Di tengah hutan, hujan turun sehingga tanah hutan menjadi becek. Hans beberapa kali terjatuh saat mengincar seekor rusa. Pakaian, kaki, dan tangannya kotor belepotan lumpur.
Setelah cukup lama mengincar rusa dan tidak berhasil juga, Hans akhirnya memutuskan untuk pulang. Setelah berjalan beberapa saat, Hans tiba di sekitar danau dekat penggilingan. Hans lupa, ketika masih kecil, ia dilarang berada di dekat tempat itu. Hans malah mendekat ke danau itu. Ia meletakkan panah dan busurnya di tepi danau, lalu menggulung lengan bajunya.
Baru saja tangannya masuk ke dalam air, tiba-tiba muncullah Peri Penghuni Danau. Ia langsung mencengkeram tangan Hans, dan menariknya masuk ke dalam air. Hans mencoba meronta, namun sia-sia saja. Ia akhirnya hilang masuk ke dalam danau. Air danau yang bergolak, lalu menjadi tenang lagi.
Saat hari mulai malam, Berta, istri Hans menjadi cemas karena suaminya belum pulang juga. Ia memberanikan diri pergi ke hutan untuk mencari Hans. Di tengah jalan, Berta menemukan peralatan panah milik Hans di tepi danau. Ia sangat terkejut dan panik. Ia mengira Hans tenggelam di danau itu.
(Bersambung)
Teks: L. Olivia
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR