Benizara termenung sejenak, memikirkan apa yang harus ia pakai nanti. Kemudian, ia teringat akan kotak kecil ajaib pemberian Nenek di hutan. Ia segera masuk ke kamarnya dan mengambil kotak kecil ajaib itu.
“Aku ingin kimono merah yang indah,” bisik Benizara pada kotak kecil itu. Ia lalu mengetuk kotak itu tiga kali.
Dalam hitungan detik, kimono merah yang indah melayang keluar dari kotak kecil itu. Lengkap dengan tusuk konde berwarna senada. Benizara sungguh takjub. Ia buru-buru mengenakannya, lalu pergi bersama teman-temannya.
Saat tiba di taman besar tempat acara itu, Benizara melihat Kakezara di seberang jalan yang lebih rendah. Tampak Kakezara sedang merengek minta dibelikan kipas yang mahal. Kakezara malah sampai berguling-guling di rumput, membuat ibunya kebingungan dan malu.
Benizara tak tega melihat Bibi Haru dan Kakezara. Diam-diam, ia berbisik pada kotak kecil ajaib yang dibawanya. Ia meminta sebuah kipas cantik. Sekejap saja, sebuah kipas cantik sudah ada di tangan Benizara. Gadis baik hati ini buru-buru melempar kipas itu ke seberang jalan yang lebih rendah.
Pada saat itu, Pangeran Otomo yang tampan melihat Benizara dan terpukau oleh kecantikan gadis itu. Setelah mencari informasi, Pangeran Otomo pun tahu kalau Benizara tinggal di rumah Bibi Haru.
Keesokan harinya, terdengar ke seluruh penjuru kota bahwa akan ada arak-arakan Pangeran Otomo. Berita itu pun terdengar sampai ke telinga ibu tiri. Ibu Kakezara sangat gembira dan segera memakaikan putrinya kimono yang sangat indah. Mereka lalu menunggu di halaman rumah. Sementara, Benizara dilarang keluar dari rumah.
Tak lama, sebuah tandu kerajaan berhenti di halaman rumah Bibi Haru. Pangeran Otomo turun dari tandunya dan melihat hanya ada Bibi Haru dan Kakezara. Ia bertanya kepada Bibi Haru, “Bukankah kau memiliki dua orang putri? Aku ingin melihat puterimu yang satunya.”
Bibi Haru sangat takut berbohong pada Pangeran Otomo. Maka, ia terpaksa membawa Benizara untuk menemui pangeran. Jika dibandingkan dengan Kakezara, Benizara terlihat lusuh dengan pakaiannya yang sangat usang.
Pangeran Otomo berkata kepada kedua gadis itu, “Siapa di antara kalian yang datang menghadiri Festival Sakura kemarin?”
“Putriku yang ini, Kakezara,” jawab Bibi Haru.
“Sepertinya bukan dia,” balas Pangeran Otomo. Namun Bibi Haru bersikeras bahwa Kakezara lah yang datang ke Festival Sakura.
Agar bisa memutuskan dengan adil, Pangeran Otomo lalu meminta kedua gadis itu untuk membuat lirik lagu. Pangeran lalu menyuruh pengawalnya mengambil piring dan meletakkannya di atas nampan. Ia lalu menuangkan garam membentuk bukit kecil, dan menancapkan sepotong daun majemuk pohon pinus ke dalam bukit garam itu.
Pangeran Otomo itu meminta kedua gadis itu membuat lirik lagu menggunakan benda-benda yang sudah ia sediakan itu. Dengan nyaring, Kakezara pun bernyanyi,
Letakkan piring di atas nampan
Dengan sedikit garam di atasnya
Daun pinus tertancap di dalamnya
Sebentar lagi akan rubuh
Kakezara tersipu malu, lalu berlari ke sebelah ibunya. Selanjutnya, giliran Benizara yang bernyanyi. Dengan suaranya yang merdu, ia membuat lirik yang indah,
Oh, nampan
Oh, piring
Sebuah gunung bangkit di atasmu, salju putih turun ke lerengmu...
Pohon pinus yang kesepian, berakar dan tumbuh di tengah-tengahmu...
Ketika Pangeran Otomo mendengar lirik lagu ciptaan Benizara, ia sangat takjub. Walau kali ini Benizara memakai pakaian usang, Pangeran Otomo mengenali wajahnya. Pada saat itu juga, Pangeran Otomo membawa Benizara dengan tandu kerajaan yang sangat indah ke istananya.
Bibi Haru hanya bisa menatap dengan iri dan kesal. Ia memarahi Kakezara karena tak bisa membuat lirik lagu yang indah.
Dok. Majalah Bobo/Folklore
Source | : | Dok. Majalah Bobo / Folkore |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR