Pada zaman dahulu kala, di sebuah kota, hiduplah seorang gadis bernama Benizara. Ia periang dan suka sekali menyanyi. Sayangnya, di saat menginjak remaja, ayah dan ibunya meningga. Ia harus tinggal di rumah Bibi Haru, adik ayahnya. Bibinya ini mempunyai seorang anak perempuan bernama Kakezara yang sebaya dengan Benizara.
Benizara adalah gadis yang baik hati dan tulus. Ia sayang pada Bibi Haru dan Kakezara. Sayangnya, Bibi Haru memperlakukan Benizara dengan buruk. Benizara yang ramah, punya lebih banyak teman dibandingkan Kakezara. Bibi Haru tidak suka, dan tak ingin Kakezara kalah bersaing dengan Benizara.
Suatu ketika, Bibi Haru menyuruh dua gadis itu ke pegunungan untuk mengumpulkan kacang kastanye. Sebelum mereka berangkat, Bibi Haru memberikan Kakezara dan Benizara masing-masing sebuah kantong. Benizara mendapat kantong yang berlubang di bawahnya, sedangkan Kakezara mendapat kantong yang bagus.
“Kalian tidak boleh kembali sebelum masing-masing kantong kalian sudah terisi penuh dengan kacang kastanye,” kata Bibi Haru.
Kedua gadis itu segera berangkat ke pegunungan dan mulai mengumpulkan kacang kastanye. Tak perlu waktu yang lama, Kakezara sudah mengisi penuh kantongnya. Lalu ia kembali ke rumah, meninggalkan Benizara seorang diri.
Dalam kesendiriannya, Benizara tetap bekerja keras, memungut kacang kastanye sampai tidak menyadari bahwa matahari mulai terbenam.
Hari semakin gelap dan semakin gelap. Saat masih bekerja, tiba-tiba Benizara mendengar suara gemerisik. Benizara berpikir, mungkin seekor serigala sedang mengintainya. Sadar dirinya ada dalam bahaya, Benizara segera berlari sekuat tenaga.
Saat sedang berlari, ia sadar bahwa dirinya benar-benar tersesat di kegelapan malam. Benizara mulai putus asa, tetapi ia sadar tak ada gunanya menangis. Maka, ia tetap melanjutkan perjalanannya, berharap mungkin saja ia bisa menemukan sebuah rumah. Tiba-tiba, ia melihat sebuah cahaya di depannya.
Benizara melangkahkan kakinya menuju asal cahaya itu. Ternyata, cahaya itu berasal dari lampu teplok di sebuah pondok kecil. Di rumah itu, ada seorang nenek sedang memintal benang seorang diri.
Nenek itu mengijinkan Benizara masuk. Gadis malang itu lalu bercerita tentang tugas dari bibinya, sampai ia tersesat dan tidak tahu jalan pulang.
“Apakah saya bisa menginap di rumah Nenek, malam ini, Nek?” tanya Benizara.
Nenek itu berkata, “Aku sebetulnya senang sekali mendapat teman di rumah ini. Tapi sayangnya, kedua anakku adalah siluman hutan. Sebentar lagi mereka akan kembali. Jika tahu ada manusia di sini, mereka pasti akan memakanmu. Jadi, sebaiknya aku memberitahu jalan yang harus kamu lewati untuk sampai ke rumahmu,” kata si Nenek.
Ia lalu memberitahu Benizara jalan untuk pulang. Nenek itu juga memberikan tiga macam benda. Sekantong penuh kacang kastanye, sebuah kotak kecil, serta segenggam nasi.
“Berikan sekantong kacang kastanye ini untuk bibimu supaya kau tidak dimarahinya. Dan kotak kecil ini adalah kotak ajaib. Jika kau butuh sesuatu, katakanlah apa yang kau butuhkan itu, lalu ketuk kotak ini tiga kali. Maka benda yang kau inginkan akan muncul. Nah, dalam perjalananmu nanti, kau akan bertemu dengan kedua anakku, si siluman hutan. Kau harus segera menempelkan nasi yang kuberikan ini di sekitar mulutmu. Kemudian, berbaringlah seolah-olah kau sudah mati.”
Benizara sangat berterimakasih atas semua bantuan si Nenek. Ia kemudian melanjutkan perjalanan pulang.
Di tengah jalan, ia mendengar bunyi seruling yang sedang menuju ke arahnya. Benizara teringat pesan Nenek tadi. Ia segera menempelkan nasi di sekitar mulutnya, lalu berbaring seolah-olah ia telah mati.
Tak lama, muncullah dua siluman melewati tubuh Benizara yang sedang terbaring.
“Kak, sepertinya aku mencium bau manusia,” kata salah satu siluman. Kemudian, ia mendekati Benizara. “Tubuh ini sudah busuk, Kak. Lihat, mulutnya saja sudah dipenuhi belatung putih,” katanya lagi. Akhirnya, kedua siluman itu meninggalkan Benizara. Mereka melangkah pergi sambil terus meniup seruling mereka.
Dalam keadaan yang masih terbaring, Benizara tetap memasang telinga. Setelah bunyi seruling tak terdengar lagi, ia cepat-cepat melangkah pergi untuk melanjutkan perjalan.
Esok paginya, Bibi Haru pergi ke halaman rumah. Ia belum melihat ada tanda-tanda Benizara akan pulang. Bibi Haru sangat senang, karena ia mengira Benizara sudah dimakan serigala. Namun, betapa terkejutnya Bibi Haru ketika siangnya, Benizara muncul dengan keadaan sehat. Ia membawa sekantong kastanye pula.
Beberapa waktu kemudian, ada Festival Sakura di pusat kota. Penduduk kota akan berkumpul menikmati bunga-bunga sakura yang bermekaran. Akan ada banyak pedagang pula seperti bazar di pusat kota. Bibi Haru tidak ingin Benizara pergi ke acara itu. Ia lalu memberikan Benizara pekerjaan yang sangat banyak. Benizara pasti akan sibuk sepanjang hari, pikir Bibi Haru.
Sementara, Benizara ingin sekali melihat Festival Sakura. Teman-temannya datang menjemput untuk pergi bersama ke acara itu.
“Maafkan aku, teman-teman. Tugasku belum selesai, aku tidak bisa pergi,” jelas Benizara.
“Tenang saja, kami semua akan membantumu. Setelah itu kita pergi bersama!” Teman-teman Benizara lalu membantu menyapu lantai, membereskan rumah, mencuci pakaian, dan sebagainya. Semua tugas akhirnya selesai. Namun, Benizara lalu sadar, semua temannya memakai kimono yang sangat indah. Sementara ia hanya memiliki kimono usang.
Benizara termenung sejenak, memikirkan apa yang harus ia pakai nanti. Kemudian, ia teringat akan kotak kecil ajaib pemberian Nenek di hutan. Ia segera masuk ke kamarnya dan mengambil kotak kecil ajaib itu.
“Aku ingin kimono merah yang indah,” bisik Benizara pada kotak kecil itu. Ia lalu mengetuk kotak itu tiga kali.
Dalam hitungan detik, kimono merah yang indah melayang keluar dari kotak kecil itu. Lengkap dengan tusuk konde berwarna senada. Benizara sungguh takjub. Ia buru-buru mengenakannya, lalu pergi bersama teman-temannya.
Saat tiba di taman besar tempat acara itu, Benizara melihat Kakezara di seberang jalan yang lebih rendah. Tampak Kakezara sedang merengek minta dibelikan kipas yang mahal. Kakezara malah sampai berguling-guling di rumput, membuat ibunya kebingungan dan malu.
Benizara tak tega melihat Bibi Haru dan Kakezara. Diam-diam, ia berbisik pada kotak kecil ajaib yang dibawanya. Ia meminta sebuah kipas cantik. Sekejap saja, sebuah kipas cantik sudah ada di tangan Benizara. Gadis baik hati ini buru-buru melempar kipas itu ke seberang jalan yang lebih rendah.
Pada saat itu, Pangeran Otomo yang tampan melihat Benizara dan terpukau oleh kecantikan gadis itu. Setelah mencari informasi, Pangeran Otomo pun tahu kalau Benizara tinggal di rumah Bibi Haru.
Keesokan harinya, terdengar ke seluruh penjuru kota bahwa akan ada arak-arakan Pangeran Otomo. Berita itu pun terdengar sampai ke telinga ibu tiri. Ibu Kakezara sangat gembira dan segera memakaikan putrinya kimono yang sangat indah. Mereka lalu menunggu di halaman rumah. Sementara, Benizara dilarang keluar dari rumah.
Tak lama, sebuah tandu kerajaan berhenti di halaman rumah Bibi Haru. Pangeran Otomo turun dari tandunya dan melihat hanya ada Bibi Haru dan Kakezara. Ia bertanya kepada Bibi Haru, “Bukankah kau memiliki dua orang putri? Aku ingin melihat puterimu yang satunya.”
Bibi Haru sangat takut berbohong pada Pangeran Otomo. Maka, ia terpaksa membawa Benizara untuk menemui pangeran. Jika dibandingkan dengan Kakezara, Benizara terlihat lusuh dengan pakaiannya yang sangat usang.
Pangeran Otomo berkata kepada kedua gadis itu, “Siapa di antara kalian yang datang menghadiri Festival Sakura kemarin?”
“Putriku yang ini, Kakezara,” jawab Bibi Haru.
“Sepertinya bukan dia,” balas Pangeran Otomo. Namun Bibi Haru bersikeras bahwa Kakezara lah yang datang ke Festival Sakura.
Agar bisa memutuskan dengan adil, Pangeran Otomo lalu meminta kedua gadis itu untuk membuat lirik lagu. Pangeran lalu menyuruh pengawalnya mengambil piring dan meletakkannya di atas nampan. Ia lalu menuangkan garam membentuk bukit kecil, dan menancapkan sepotong daun majemuk pohon pinus ke dalam bukit garam itu.
Pangeran Otomo itu meminta kedua gadis itu membuat lirik lagu menggunakan benda-benda yang sudah ia sediakan itu. Dengan nyaring, Kakezara pun bernyanyi,
Letakkan piring di atas nampan
Dengan sedikit garam di atasnya
Daun pinus tertancap di dalamnya
Sebentar lagi akan rubuh
Kakezara tersipu malu, lalu berlari ke sebelah ibunya. Selanjutnya, giliran Benizara yang bernyanyi. Dengan suaranya yang merdu, ia membuat lirik yang indah,
Oh, nampan
Oh, piring
Sebuah gunung bangkit di atasmu, salju putih turun ke lerengmu...
Pohon pinus yang kesepian, berakar dan tumbuh di tengah-tengahmu...
Ketika Pangeran Otomo mendengar lirik lagu ciptaan Benizara, ia sangat takjub. Walau kali ini Benizara memakai pakaian usang, Pangeran Otomo mengenali wajahnya. Pada saat itu juga, Pangeran Otomo membawa Benizara dengan tandu kerajaan yang sangat indah ke istananya.
Bibi Haru hanya bisa menatap dengan iri dan kesal. Ia memarahi Kakezara karena tak bisa membuat lirik lagu yang indah.
Dok. Majalah Bobo/Folklore
Source | : | Dok. Majalah Bobo / Folkore |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR