Mulailah Anna bercerita tentang suara-suara yang didengarnya dan betapa pintu it selalu membuka sendiri. Anna juga bercerita tentang imajinasinya soal Putri Jepara yang dibunuh Belanda dan menghantui keturunan Jepara.
Mama mau tidak mau tersenyum juga. Anna memang penakut, kebanyakan nonton film horor, sih. Imajinasinya jadi suka macam-macam.
“Tenang dulu, Na. Itu cuma imajinasi kamu saja. Adikmu bisa menjelaskannya,” ujar Mama, lalu menoleh ke arah pintu. ”Liana, ayo sini. Jelaskan ke Kak Anna.”
Liana yang masih duduk di kelas dua SD masuk. Matanya yang kebiruan membelalak lebar. Dia tampak memegang sesuatu di balik syal yang ia lilitkan di depan badannya.
Tiba-tiba… “Eaaaaa…” Huaduh! Suara tangisan bayi itu lagi. Anna mencengkram tangan mamanya.
“Kak Anna, ini Si Manis,” ucap Liana sambil menyingkapkan syalnya, menunjukkan anak kucing yang masih keciiiil sekali.
“Eaaaaa…” anak kucing itu mengeong. Astaga! Ternyata suara tangisan bayi itu adalah suara eongan si kucing kecil itu! Liana menemukannya tergeletak di sudut halaman rumah. Sejak itu, Liana merawatnya diam-diam di dalam kamar tamu. Pintu Jepara itu sering terbuka sendiri karena Liana suka keluar masuk ke kamar tamu itu untuk memberi makan SI Manis.
“Lianaaa! Kamu bikin Kakak jantungan saja! Kenapa tidak bilang dari kemarin, sih?” tanya Anna gemas bercampur malu.
“Soalnya Kakak, kan, enggak suka kucing,” jawab Liana polos.
“Huffh… daripada hantu Putri Jepara, aku lebih suka kucing, Li,” sungut Anna. Mama dan Liana tertawa.
* * *
“Krek!” di luar kamar Anna pintu ukir Jepara itu terbuka pelan. Sesosok putih tembus pandang memandang ke sekeliling rumah. Rumah besar yang cantik, dua kakak beradik yang harmonis, orang tua yang baik hati dan penyayang. “Rasanya aku akan betah di sini,” bisik sosok putih itu sambil merasuk kembali ke dalam pintu ukir kuno itu.
Sumber: Arsip Bobo. Cerita: Pradikha Bestari.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sylvana Toemon |
KOMENTAR