Holmes telah duduk selama beberapa jam dalam keheningan. Tubuhnya melengkung, tekun mengutak-atik ramuan kimia berbau busuk yang sedang digodok. Watson menatap sahabatnya itu. Di mata Watson, Holmes tampak seperti burung kurus dengan bulu abu abu dan memakai atasan hitam bersimpul.
"Jadi, Watson," kata Holmes, tiba-tiba, "Kamu mau berbisnis di Afrika Selatan, kan?"
Watson menatap Holmes dengan terkejut. "Kamu tahu darimana isi pikiran saya, Holmes?”
Holmes memutar bangkunya sambil memegang tabung reaksi mengepul di tangannya. Matanya tampak bersinar geli. "Watson, kamu mengaku, kalau kamu betul-betul kaget, kan?" katanya.
"Saya memang kaget. Kamu tahu darimana?" Kata Watson.
"Kalau begitu, kamu harus menandatangani surat perjanjian dulu! Baru saja jawab,” kata Holmes sambil tetap tersenyum geli.
"Mengapa?"
"Karena dalam lima menit, kamu pasti akan bilang, ‘Oo pantas saja kamu tahu. Itu, kan, gampang sekali!’”
"Iyaaa, saya memang pasti akan ngomong begitu. Cepat, ceritakan saja. kamu tahu darimana?” tanya Watson penasaran.
"Caranya mudah, Watson" Holmes menyandarkan tabung percobaan di rak, dan mulai bicara seperti pak guru di kelas.
"Berdasarkan beberapa bukti yang sederhana, saya bisa mengambil kesimpulan. Dengan memeriksa celah di antara jari telunjuk dan ibu jari kiri kamu, saya bisa tahu, kalau kamu tidak berminat berbisnis di bidang emas!” kata Holmes lagi.
“Apa hubungan celah jariku dengan bisnisku?" tanya Watson makin penasaran.
"Sangat berhubungan! Inilah mata rantai hubungannya. Pertama, waktu kamu pulang dari klub kemarin malam, ada bekas kapur di antara telunjuk dan jempol kiri kamu. Kedua, itu artinya kamu mengoleskan kapur di celah jarimu itu, supaya tongkat biliar tidak licin. Ketiga, kamu tidak pernah bermain biliar kecuali dengan Thurston. Keempat, kamu pernah bilang padaku bulan lalu, kalau Thurston ingin mengajak kamu berbisnis di Afrika Selatan. Kelima, buku cek kamu terkunci di dalam laci saya, dan kamu belum meminta kunci. Keenam, itu tandanya kamu tidak berminat berbisnis di sana!"
"Ya ampun, gampang sekalii…” seru Watson.
"Ya begitulah…" kata Sherlock agak jengkel. "Setelah saya jelaskan, baru deh, kamu bilang gampang. Tapi, ini ada masalah yang tidak gampang. Apa kamu bisa jelaskan ini, temanku, Watson…” Holmes melemparkan sehelai kertas ke atas meja, dan kembali ke tabung-tabung kimianya.
Watson melihat dengan takjub pada gambar-gambar seperti hieroglif aneh di kertas itu. "Ini kan cuma gambar anak-anak, Holmes!” teriak Watson.
"Oh, menurut kamu begitu, ya?”
"Ya apa lagi? Memang gambar anak-anak, kan?”
"Itulah yang sangat ingin diketahui Pak Hilton Cubitt. Dia tuan tanah, pemilik rumah besar Ridling Thorpe Manor, di desa Norfolk. Kertas berisi teka-teki kecil ini dikirim lewat pos. Sebentar lagi dia akan datang dengan kereta. Naah, itu ada bunyi ketukan, Watson. Itu pasti Pak Hilton Cubit!”
Sebuah langkah berat terdengar di tangga. Sesaat kemudian, masuklah seorang pria tinggi bercukur bersih. Pipinya kemerahan pertanda ia tinggal di tempat berudara segar, yang berbeda dengan Baker Street yang berkabut. Matanya tampak terkejut ketika melihat kertas bergambar tadi di atas meja.
"Pak Holmes, kenapa kertas itu tergeletak begitu saja di meja?” tegur Pak Cubit. "Setahu saya, Bapak sangat suka pada misteri aneh. Dan menurut saya, Bapak tidak akan menemukan hal yang lebih aneh dibanding kertas itu. Saya mengirim kertas itu lebih dulu, supaya Bapak bisa mempelajarinya sebelum saya datang," ujar Pak Hilton Cubit lagi dengan nada kecewa.
"Itu bukan misteri yang bikin penasaran, Pak Cubit,” kata Holmes. "Sepertinya, kertas itu cuma berisi gambar lelucon anak-anak. Hanya gambar orang-orang menari yang tidak jelas, yang digambar di sembarang kertas. Mengapa Bapak menganggap gambar itu penting?”
"Sebetulnya, saya juga tidak menganggapnya penting, Pak Holmes. Tapi istri saya sangat ketakutan saat melihat gambar itu. Dia memang tidak bilang apapun. Tapi saya bisa melihat ketakutan di matanya. Itu sebabnya saya betul-betul ingin menyelidiki gambar itu…”
Holmes mengambil dan mengangkat kertas itu ke atas sampai terkena sinar matahari. Kertas itu disobek dari buku notes biasa. Gambarnya digurat dengan pinsil dan tampak berderet seperti ini :
Holmes memeriksa gambar itu beberapa saat. Ia lalu melipat kertas itu dan menyimpan di dompetnya. "Ini akan menjadi kasus yang paling menarik dan unik,” katanya. "Pak Hilton Cubitt, Anda memang sudah memberikan penjelasan dalam surat Anda. Tapi saya akan berterima kasih kalau Anda mau menjelaskannya lagi untuk teman saya ini, dokter Watson.”
Pak Hilton Cubbit tampak gugup. “Saya tidak pandai bercerita. Tapi…, kalau ada hal yang belum jelas, silakan tanyakan pada saya. Kisah ini akan saya mulai dari pernikahan saya tahun lalu…” ujarnya sambil meremas tangannya, lalu mulai bercerita…
(Bersambung)
Teks: Adaptasi dari karya Sherlock Holmes / Dok. Majalah Bobo
Menuju Dua Dekade, National Geographic Indonesia Gelar Pameran Foto Sudut Pandang Baru Peluang Bumi
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR