Dio adalah seorang pemuda yatim piatu. Ia tinggal di gubuk kecilnya di tepi hutan. Agar bisa membeli makanan sehari-hari, Dio bekerja di peternakan sapi Pak Agung. Peternakan itu terletak di desa dekat tepi hutan. Dio bekerja sebagai gembala sapi. Dari siang sampai malam, ia menggembalakan sapi-sapi Pak Agung di padang rumput.
Dio senang bekerja di peternakan Pak Agung. Upah dari majikannya itu cukup untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Dio juga senang berteman dengan Kirana, puteri Pak Agung. Kirana sangat ramah dan kadang memberikan Dio kue bolu buatannya. Kirana tahu, Dio suka sekali makan kue bolu.
Suatu senja, Dio duduk di rumput di menunggui sapi-sapi yang sedang merumput. Tiba-tiba, terdengar suara teriakan keras dari arah hutan. Dio berlari ke arah hutan, mencari asal suara teriakan itu. Namun, betapa terkejutnya Dio ketika tahu siapa yang berteriak.
Ternyata, itu suara raksasa yang tergeletak jatuh. Di dekatnya ada sebatang pohon yang patah. Patahan batang pohon itu tampak runcing. Dio sangat ketakutan saat melihat betapa besarnya raksasa itu. Ia bersiap untuk lari. Namun si raksasa berseru.
“Hei, manusia, jangan takut! Namaku Bubo. Aku tidak akan menyakitimu. Tolonglah aku. Tolong balut kakiku yang terluka. Batang pohon patah yang tajam itu, menembus sepatuku. Kakiku jadi tertusuk… Aduh, sakit sekali…”
Dio adalah gembala yang lembut hati. Walau takut, ia tak tega melihat raksasa yang kesakitan itu. Maka ia segera melepas bajunya. Lalu membalut luka di telapak kaki raksasa itu dengan bajunya. Perlahan, raksasa itu bangkit berdiri. Ia menunduk dan berkata pada Dio,
“Terimakasih, manusia kecil! Sekarang, ayo, ikutlah aku. Aku akan membalas kebaikan hatimu. Ikutlah ke pesta ulang tahunku hari ini. Di pesta nanti, ada banyak makanan lezat. Ikatlah ikat pinggang ajaib ini di pinggangmu, agar kau tidak terlihat oleh saudara-saudara dan teman-temanku.”
Bubo si raksasa mengeluarkan sehelai ikat pinggang dari sakunya, dan memberikannya pada Dio. Ia lalu mengajak Dio pergi ke tengah hutan. Di tempat itu, ternyata sudah ada ratusan raksasa berkumpul untuk berpesta. Mereka menyambut Bubo dengan gembira. Mereka lalu menari dan bernyanyi sampai tengah malam tiba.
Acara menyanyi dan menari akhirnya usai. Para raksasa tamu lalu menarik tanaman-tanaman yang ada di dekat situ sampai ke akarnya. Mereka lalu menciutkan diri sampai kurus sekali, lalu meluncur masuk ke dalam bumi melalui lubang bekas akar tanaman tadi.
Hanya Bubo yang tetap ada di situ. Ia berseru, “Anak manusia, dimana kau?”
“Ini aku, ada di dekatmu. Selamat ulang tahun, Bubo!” ujar Dio.
“Terima kasih. Sekarang, peganglah ujung celanaku, supaya kau bisa ikut ke bawah tanah. Ini saatnya acara jamuan makan pesta,” perintah Bubo.
Dio menuruti perintah Bubo. Ajaibnya, beberapa detik kemudian, ia sudah tiba di sebuah aula besar. Dio terpukau kagum. Dinding aula itu terbuat dari emas. Kursi-kursi dan meja-meja makan untuk undangan berukir-ukir indah.
Tak lama kemudian, makanan-makanan dan minuman lezatpun terhidang. Dio gembira ketika melihat kue-kue bolu besar juga terhidang. Dio makan dengan lahap di dalam piring-piring makanan lezat. Setelah kekenyangan, Dio melihat ke sekeliing. Semua tamu tampak sibuk makan dan minum. Maka diam-diam, ia mengambil sepotong kue bolu dan memasukkannya ke dalam kantongnya.
“Lumayan untuk makan siangku besok,” gumamnya.
Tak lama kemudian, Bubo mendekat dan berbisik pelan, “Anak manusia, dimana kamu?”
“Aku di sini,” kata Dio.
"Pesta telah selesai. Berpeganglah di lenganku supaya aku bisa membawamu ke atas lagi!”
Dio si anak gembala bergelantungan di lengan raksasa itu. Dan beberapa saat kemudian, Dio telah berada di atas tanah lagi. Namun Bubo telah menghilang.
Dengan gembira, Dio kembali ke padang rumput tempat sapi-sapinya menunggu. Ia pun membuka ikat pinggang ajaib yang tadi membuatnya kasat mata. Ikat pinggang itu lalu disembunyikannya di dalam tasnya..
Keesokan paginya, Dio merasa lapar. Ia mengeluarkan potongan kue bolu yang diambilnya dari pesta Bubo. Namun, bolu itu ternyata menjadi sangat keras. Dengan putus asa, Dio sekali lagi menggigit kue bolu itu sekuat tenaga. Bolu itu tidak juga terpotong. Namun…
TRING!
Sungguh aneh! Dari mulutnya malah menggelinding jatuh sepotong emas. Potongan emas itu berguling-guling di kakinya. Dio kembali menggigit kue bolu untuk kedua kalinya dan ketiga kalinya… Dan setiap kali ia menggigit, setiap kali pula sepotong emas jatuh dari mulutnya. Namun potongan bolu itu tetap utuh.
Dio sangat gembira dengan nasib baiknya. Ia menyembunyikan kue bolu ajaib itu di tasnya. Ia lalu bergegas pergi membeli makanan di warung terdekat. Lalu, ia kembali mengurusi sapi-sapi majikannya.
Suatu hari, Dio teringat. Sebentar lagi Kirana, putri Pak Agung, akan berulang tahun. Selama ini, Kirana sangat baik pada Dio. Maka, Dio ingin sekali memberikan hadiah kejutan untuk temannya yang cantik itu.
Maka, ketika hari ulang tahun Kirana tiba, Dio pun memakai ikat pinggang yang membuatnya kasat mata. Ia mengambil sekantong emas dan meletakkan kantong itu di depan pintu kamar Kirana.
Betapa gembiranya Kirana ketika menemukan sekantong emas di depan pintu kamarnya. Dio juga senang melihat kegembiraan gadis yang baik hati itu.
Esok malamnya, Dio kembali meletakkan sekantong emas lain di depan pintu kamar Kirana. Hal ini terus ia lakukan selama tujuh malam. Pak Agung dan Kirana berpikir, itu pasti perbuatan peri yang baik hati.
Maka suatu malam, Pak Agung dan Kirana bersembunyi. Mereka ingin tahu, siapa yang membawa kantong berisi emas itu.
Pada malam ke delapan, huja dan angin badai angin menerpa desa itu. Dio kembali datang ke rumah Pak Agung, dengan membawa sekantong emas. Sayangnya, Dio lupa membawa ikat pinggang ajaib yang membuatnya kasat mata. Ketika tiba di teras rumah Pak Agung, ia baru teringat. Namun, ia malas untuk kembali ke gubuknya karena angin dan hujan deras masih menerpa desa itu.
Jadi, Dio tetap menyelinap masuk ke dalam rumah Pak Agung. Lalu meletakkan sekantong emas di depan pintu kamar Kirana. Ia lalu berbalik akan meninggalkan rumah itu. Namun pada saat itu, Pak Agung keluar dari persembunyiannya. Ia terkejut dan salah paham saat melihat Dio di dalam rumahnya.
“Kamu ternyata tidak jujur, Dio! Kamu ingin mencuri emas pemberian peri untuk Kirana, kan?”
Dio sangat terkejut karena tertangkap basah berada di rumah majikannya. Ia tak berani menjelaskan hal yang sebenarnya.
"Selama ini, kau telah mengurus sapi-sapiku dengan baik. Jadi, kali ini kau kumaafkan. Aku tak akan mengirimmu ke penjara. Tapi, kamu tidak boleh bekerja di peternakanku lagi!” kata Pak Agung.
Dio pun kembali ke gubuknya dengan sedih. Ia membawa bolu dan ikat pinggang ajaibnya dan pergi ke kota terdekat. Di sana, ia membeli beberapa pakaian bagus, dan sebuah kereta dengan empat ekor kuda cantik. Ia mempekerjakan dua pelayan, dan kembali ke desanya. Dio berkunjung ke rumah Pak Agung.
Betapa terkejutnya Pak Agung melihat Dio yang kini berpenampilan rapi bagai bangsawan. Dio akhirnya menceritakan keberuntungan yang dialaminya. Pak Agung sungguh malu dan meminta maaf. Dio sangat gembira karena ia bisa berteman dengan Kirana lagi.
Teks: Cerita adaptasi / Dok. Majalah Bobo
Ada Datanya, Begini Cara Cek Peminat Berbagai Jurusan PTN di UTBK SNBT Tahun Sebelumnya
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Vanda Parengkuan |
Editor | : | Vanda Parengkuan |
KOMENTAR