Bang Kimin memarkir gerobak motornya di sisi jalanan perumahan. Ia menunggu pembeli sambil membaca koran. Waktu itu masih pagi. Langit pun belum benar-benar terlihat biru.
Seperti momen Lebaran pada umumnya, perumahan di sini semakin sepi. Begitu pula yang membeli sayur. Namun, Kimin tetap suka menikmati pagi di perumahan ini.
“Bang Kim, punya nangka untuk disayur tidak?” Seorang ibu berdaster datang menghampirinya.
“Ada-ada. Eh, tapi tinggal sebungkus saja,” kata Kimin.
“Tak apalah.” Setelah menyerahkan uang, Ibu itu pergi. “Selamat Lebaran, Bang Kim,” kata ibu itu sambil melambai pergi.
Bang Kimin melambai dan mengucapkan selamat kembali.
Beberapa ibu dan mbak datang silih berganti untuk membeli sayur atau bahan memasak lainnya. Seperti biasa, Bang Kimin selalu ramah melayani.
BACA JUGA: Cergam Bobo: Sup Sayur Ala Upik
Matahari semakin meninggi. Tak ada lagi yang berbelanja, tetapi Bang Kimin tidak berpindah dari tempatnya.
“Bang Kim, Selamat Idul Fitri,” kata seorang anak bercelana merah, bernama Robert.
“Wah, terima kasih Robert,” jawabnya ramah. “Ini kerupuk buat kamu yang baik,” kata Bang Kimin. Robert pun menerimanya dengan senang hati. Ia membuka kerupuk itu dan membagikan pada teman-temannya.
“Bang Kim tidak pulang kampung?” tanya Laura penasaran. “Oya, Selamat Idul Fitri,” katanya menambahkan.
“Ini kan kampung Bang Kimin.” Kata Bang Kimin dengan senyumnya yang merekah. Ia sangat bahagia.
“Haaah? Yang mana rumah Bang Kimin. Yang mana?” tanya Bella melihat sekitar. Anak-anak yang awalnya asik bermain bersama, sekarang berkumpul di dekat Bang Kimin.
BACA JUGA: Cergam Bobo: Cimut Makan Sayur
“Rumah Bang Kimin ada di belakang perumahan ini. Lewat gang kecil di sana, tuh!,” katanya sambil menunjuk.
“Inilah kampung Bang Kimin. Dulu rumah-rumah di perumahan ini tidak ada. Adanya tanah yang gersang. Tidak bisa ditanam juga. Biasanya digunakan bermain bola oleh anak-anak. Waktu Bang Kim kecil juga begitu.”
“Bang Kim, tidak marah lapangan bolanya jadi hilang?” tanya Laura.
Bang Kim menggeleng. “Kan, itu ada lapangan bola, lapangan basket, dan taman juga yang dibuat. Tidak hilang, hanya berbeda bentuknya. Lagi pula jadi lebih indah. Dulu, Bapak dan Paman Bang Kim yang ikut membangun rumah ini satu per satu.”
“Wah, keluarga Bang Kim hebat!” kata Robert.
“Keluarga kalian juga hebat karena begitu baik dan ramah pada kami. Dulunya, Bang Kim dan warga lainnya sempat takut kalau kalian sombong, apalagi kan orang-orang kaya. Ternyata Bang Kim salah. Warga perumahan ini sangat ramah. Bahkan mau membuka pekerjaan untuk warga desa. Mau berbagi banyak hal.”
BACA JUGA: Malam Itu, Aku Berjanji Tetap Baik
“Bang Kim, Selamat Idul Fitri yaaaa,” teriak salah seorang Ibu dari lantai dua rumahnya. Rumah tepat di depan Bang Kim berjualan. Bang Kim melambai menyampaikan terima kasih.
“Seperti itu. Hidupnya rukun walaupun berbeda. Walaupun tidak ikut merayakan, tetapi memberi selamat. Berbagi kebahagiaan saat kalian rayakan Natal, Galungan, Waisak, dan hari raya lainnya,” lanjut Bang Kim.
“Saat tahun baru juga ada pesta bersama yang meriah!” kata Bella.
“Benar! Bang Kim suka tahun baru. Warga perumahan dan warga desa berkumpul bersama untuk merayakannya. Ada suara terompet, suara musik, ada doa juga. Bang Kim senang sekali bisa ada di sekitar orang-orang baik.”
“Kami juga senang ada Bang Kim disini. Jadi, kami bisa makan enak, hehehe” kata Laura.
Mereka pun tertawa bersama.
“Semoga kita selalu rukun seperti ini yah! Siap menjaga kerukunan?”
“Siaaaappp!!!!” Semua anak berseru ceria.
Penulis | : | Putri Puspita |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR