Roni cepat-cepat masuk ke kamarnya ketika mendengar motor ayahnya memasuki halaman rumah. Hari ini ia memang tidak mau menyambut ayah dan ibunya pulang dari kantor.
Roni teringat ia menempelkan sesuatu di dinding ruang makan.
Terdengar langkah-langkah memasuki rumah. Bunyi sepatu Ayah yang berdebum berat dan suara tok tok tok sepatu Ibu terdengar jelas oleh Roni.
“Roni mana, Sin?” tanya Ibu.
“Di kamarnya, Bu,” jawab Sinta, kakak Roni.
Hati Roni berdebar. Mereka melewati depan kamar Roni, lewat ruang tengah. Namun, tidak ada yang mengetuk kamarnya atau memanggil namanya.
“Betul, kan, mereka tidak peduli padaku,” kata Roni dalam hati.
Roni memasang telinganya baik-baik. Nah, ini dia saat yang ditunggu-tunggu. Orang tuanya, Sinta, dan Rini tentu kini sudah tiba di ruang makan.
“Pengumuman apa itu?” tanya Rini.
“Jeritan hati seorang anak,” jawab Sinta sambil membaca keras-keras lalu tertawa. Rini juga tertawa.
“Siapa yang menempelkan kertas itu?” tanya Ibu.
“Roni, Bu,” jawab Rini.
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR