Bobo.id - Tersenyum atau bergaya dengan berbagai pose adalah hal yang wajar dilakukan saat teman-teman sedang difoto.
Justru akan aneh kalau kita tidak tersenyum saat difoto.
Namun, pada zaman Victoria tahun 1837 hingga 1901, orang-orang yang difoto tidak menunjukkan senyumnya atau berpose dengan berbagai macam gaya.
Hal ini disebabkan karena pada zaman Victoria, mulut yang tertutup rapat adalah hal yang dianggap sopan.
Baca Juga : Sejarah Panjang Video Game Sampai Kini Dijadikan Sebagai eSports
Sedangkan yang terlihat lebih banyak tersenyum adalah anak-anak dan juga orang yang pendidikannya kurang.
Selain itu, teknologi kamera yang ada pada tahun 1837 tentu belum secanggih sekarang, nih, teman-teman.
Jika saat ini tidak dibutuhkan waktu lama untuk mengambil foto, ternyata teknologi kamera pada zaman tersebut membutuhkan waktu 60 hingga 90 detik untuk mengambil foto!
Bisa teman-teman bayangkan jika harus tersenyum dan menahan pose selama 60 hingga 90 detik untuk sekali foto, pasti pegal ya?
Berfoto pada masa itu termasuk hal yang dianggap mewah karena harus mengeluarkan banyak biaya.
Maka dari itu, kebanyakan orang hanya difoto sekali seumur hidup dengan pose yang formal, terlihat berwibawa, dan sopan.
Alasan lain orang zaman dulu tidak memperlihatkan giginya saat difoto adalah karena masalah gigi.
Kemajuan dunia kedokteran belum seperti sekarang, sehingga gigi yang rusak atau patah tidak bisa diperbaiki dan harus dicabut.
Baca Juga : Sudah Hampir 100 Tahun, Beginilah Sejarah Perfilman di Indonesia
Tentu mereka tidak ingin memperlihatkan giginya yang tidak lengkap, ya?
Namun pada tahun 1900 teknologi kamera telah berkembang dan mengubah dunia fotografi.
Kodak, salah satu produsen kamera membuat kamera Brownie yang harganya murah dan mudah digunakan.
Selain murah, foto yang dihasilkan pun sempurna dan tidak perlu menunggu 60 hingga 90 menit untuk sekali foto.
Sejak saat itu, setiap orang bisa tersenyum saat sedang difoto.
Bertemu Karakter Favorit di Doraemon Jolly Town MARGOCITY, Apa Saja Keseruannya?
Source | : | nationalgeographic.co.id |
Penulis | : | Tyas Wening |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR