Bobo.id - Hei teman-teman, pasti sudah tidak sabar menunggu dongeng anak hari ini.
Dongeng anak hari ini bercerita tentang Lilu dan Luwi yang bersahabat.
Yuk, kita baca dongeng anak hari ini.
----------------------------------
Pagi-pagi sekali, Lilu keluar dari rumahnya. Ibu Lilu meminta Lilu mencari jamur di hutan. Lilu membawa keranjangnya dengan bersemangat.
berjalan ke arah hutan kecil. Ia tahu, ada suatu tempat di hutan itu yang ditumbuhi banyak jamur enak.
Baca Juga : Mimo dan Pohon Kacang
Lilu mulai mencari jamur di bawah pohon yang lembab dan teduh. Wah, ia melihat ada sesesuatu yang setrip-setrip di bawah semak. Itu bukan jamur tentu saja. Ah, ternyata itu seekor luwak.
“Kakiku masuk perangkap,” kata luwak dengan suara kesakitan. “Maukah kau merawat lukaku? Supaya aku bisa cepat sembuh. Namaku Luwi…”
Lilu tak mau membuang waktu. Ia segera membawa Luwi ke rumahnya dan merawat luka Luwi. Agar Luwi nyaman, Lilu membuatkan tempat tidur empuk. Ia juga memberi Luwi selimut agar hangat. Lilu tak lupa memberikan roti dan susu setiap hari. Setiap malam, ia juga mengganti plester di kaki Luwi. Ibu Lilu bangga melihat anaknya yang baik hati.
Beberapa hari kemudian, Luwi si luwak pun sembuh. Ia sudah bisa berjalan walau masih tertatih.
“Terima kasih untuk pertolonganmu, Lilu. Sekarang, aku akan kembali ke hutan,” kata Luwi.
Baca Juga : Wah, Para Ilmuwan Menemukan Spesies Terbaru Dinosaurus di Argentina!
“Kita masih bisa saling bertemu, Luwi. Aku, kan, sering mencari jamur di hutan. Ayo, aku antar kau ke hutan,” kata Lilu.
Mereka berdua lalu masuk ke dalam hutan. Akan tetapi, setiba di rumah Luwi, mereka menemukan masalah baru. Ternyata, rumah Luwi sudah tertimbun tanah. Ia tidak bisa masuk ke dalamnya.
“Tenanglah, Luwi. Aku akan membantumu membersihkan rumahmu,” kata Lilu.
Sayangnya, pekerjaan itu ternyata tidak mudah. Setelah Lilu dan Luwi selesai membersihkan tanah dari sarang Luwi, tanah-tanah lain berjatuhan. Rumah Luwi kembali tertimbun. Mereka mencoba sekali lagi, dan lagi-lagi tanah berjatuhan.
“Sepertinya kamu lebih baik mencari tempat lain untuk membangun sarang,” saran Lilu.
Baca Juga : Tempat Apa Saja yang Bisa Dilihat Astronaut dari Ruang Angkasa?
Mereka lalu menelurusi hutan lagi, mencari tempat yang kosong untuk sarang Luwi. Akhirnya, mereka menemukan tempat yang nyaman di dekat sarang Buba Rubah. Namun, baru saja mereka akan menggali tanah, Buba rubah keluar dari sarangnya dan melolong marah,
“Pergi kalian dari sini! Aku tidak ingin punya tetangga!”
Mereka terpaksa pergi dari tempat itu. Tak jauh dari situ, mereka menemukan tempat yang cocok. Namun, Cico si kelinci cokelat keluar dari lubangnya. Cico berteriak kesal,
“Hey! Aku yang pertama bikin sarang di tempat ini! Anak-anakku butuh tempat yang luas. Buatlah sarang di tempat lain!”
Baca Juga : Indonesia Ada di Posisi Teratas Sebagai Negara Paling Dermawan dari 144 Negara
Lilu menjadi jengkel dan berseru,
“Kalian ini bukan teman yang sejati! Teman yang baik, selalu menolong teman yang kesusahan!”
Buba rubah dan Cico kelinci memang tidak peduli jika Luwi tidak mendapat rumah. Lilu menghibur teman kecilnya.
“Tenanglah! Kita pasti bisa menemukan rumah baru untukmu. Kita tak boleh putus asa!”
Tak lama kemudian, mereka menemukan tempat yang ditumbuhi tanaman pakis. Tidak ada hewan lain yang tinggal di dekat situ. Tidak yang protes saat mereka membangun sarang baru.
Baca Juga : Giant Flemish, Kelinci Peliharaan Terbesar di Dunia
“Ini tempat yang cocok untukmu, Luwi. Ayo, kita segera bekerja!” kata Lilu ceria.
Tak lama kemudian, mereka mulai sibuk menggali. Tampak tanah-tanah beterbangan di sekitar mereka. Waktu pun berlalu terlalu cepat. Kedua sahabat itu bekerja keras tanpa istirahat. Mereka menyanyi gembira.
Galilah tanah, membangun rumah indah
Lupakan semua lelah, besok pindah rumah
Ayolah ayo, gali dan bergembira
Baca Juga : Pahlawan Perempuan Indonesia, Maria Walanda Maramis dari Minahasa
Tubuh Lilu dan Luwi sangat kotor. Mereka berhasil membangun terowongan dan ruangan untuk Luwi menyimpan persediaan makanan. Ruangan lainnya diberi lapisan lumut yang indah dan pintu darurat.
“Rumahmu keren, seperti kastil besar!” seru Lilu bangga dan menepuk tangan. Luwi juga berpikir begitu.
Setelah rumah selesai dibangun, mereka masih punya tugas lain. Ya, Luwi harus mengumpulkan makanan untuk persediaan musim dingin. Lilu dengan setia terus membantu sahabatnya itu.
Hari demi hari berlalu. Ruang penyimpanan makanan makin penuh dan penuh. Ketika musim dingin akhirnya datang, Luwi harus berpisah dengan Lilu.
“Kita akan bertemu lagi di musim semi nanti. Terimakasih sudah membantuku!” kata Luwi terharu.
Baca Juga : Indonesia Ada di Posisi Teratas Sebagai Negara Paling Dermawan dari 144 Negara
“Sampai bertemu lagi di musim semi,” janji Lilu pada temannya.
Ketika salju turun di hutan, Lilu bermain olahraga salju. Ia tak sabar menunggu musim semi datang agar bisa bertemu Luwi lagi. Hari demi hari berlalu. Akhirnya, musim semi yang dinanti-nantikan itu tiba juga.
Lilu berlari ke rumah Luwi. Ia berseru memanggil Luwi di depan rumah, “Luwi temanku, aku di sini!” teriaknya.
Ooh! Luwi ternyata tidak mendengar suara panggilan Lilu.
Baca Juga : 10 Mitos tentang Cara Mengisi Daya Baterai Ponsel yang Sering Dipercaya
“Sedih rasanya… “ bisik Lilu. “Mungkin Luwi sudah lupa padaku!”
Lilu menyeret kakinya dengan sedih ke arah rumahnya. Ia tak peduli pada bunga-bunga mawar cantik yang sedang bermekaran.
Beberapa hari kemudian, Lilu bermain petak umpet dengan temannya, burung cuckoo. Tiba-tiba, Luwi datang menghampiri Lilu.
“Ada yang ingin aku perlihatkan padamu. Datanglah ke rumahku,” ajaknya.
Oo, terkejut dan gembiranya Lilu saat melihat Luwi. Dan saat tiba di rumah Luwi, Lilu terbelalak semakin kaget sampai tak bisa bicara. Luwi rupanya sudah menikah. Jadi, Luwi kini mempunyai nyonya Luwi dan empat anak.
Baca Juga : Bulak Widoro, Berfoto di Tengah Hamparan Sawah dan Warna-warni Bunga
“Selamat!” seru Lilu gembira. “Anak-anakmu cantik semua!”
Kini, setiap hari keluarga luwak itu bermain dengan Lilu yang baik hati.
Cerita: Sumber Arsip Bobo. Ilustrasi: tshiu
Penulis | : | Sepdian Anindyajati |
Editor | : | Iveta Rahmalia |
KOMENTAR