Penampilan wanita itu sangat meyakinkan. Wajahnya lumayan cantik dengan mata besar. Usianya kira-kira hampir 30 tahun. la datang dengan seorang anak kecil yang manis, kira-kira berusia lima tahun. la menyetir mobil sendiri dan membawakan Ibu hadiah rangkaian bunga dalam vas yang cantik. Bukan bunga segar, akan tetapi bunga dari satin yang sangat mirip dengan bunga asli. Ibu Listi dan Dian menerimanya dengan hangat.
"Baru sekarang saya sempat ke sini, Mbak. Padahal pulang ke Indonesia sudah tiga minggu. Banyak urusan yang harus diselesaikan. Maklum baru saja pindah," kata wanita itu.
"Wah, ini benar-benar kejutan. Saya kira Sumi tidak kembali ke Indonesia lagi. Kerasan tinggal di Amerika," kata Ibu.
"Tugas Mas Hardi dipindah ke sini lagi, jadi ya kembali ke Indonesia. Tapi, senang di sini, kok, Mbak, negara kita sendiri," kata tamu yang tenyata bernama Sumi itu.
"Ibu titip salam, Mbak. Nanti kapan-kapan mau ke sini. Sudah kubilang tak usah buka warung, tapi Ibu tetap saja ingin ada kesibukan. Tapi, mungkin lebih baik begitu, ya. Lagi pula warung di depan rumah, kok. Tak usah gelaran di pasar berpanas-panas seperti dulu," ujar Sumi.
Tiba-tiba matanya menerawang dan ia tampak sedih sejenak. Kemudian wajahnya cerah kembali dan ia berkata, "Ah, entah bagaimana nasib saya bila Mbak dan Mbak Tita tidak mempedulikan saya."
"Ah, sudahlah. Jangan diingat-ingat lagi. Kita bersyukur kepada Tuhan karena Sumi sekarang sudah berhasil," kata Ibu.
"Ya, sekarang saya juga mau menolong anak-anak yang memerlukan bantuan," kata Sumi.
Tak lama kemudian Sumi dan anaknya pulang. Listi dan Dian mengagumi karangan bunga yang sangat cantik itu.
"Siapa, sih, Mbak Sumi itu, Bu? Kok, mau dia kasih bunga seindah itu. Harganya pasti sangat mahal, Bu,"tanya Dian.
"Rupanya Ibu pernah menolong dia bersama Tante Tita, ya?" tanya Listi.
Ibu tersenyum bahagia. Ia mengusap matanya dan berkata, "Ya, memang ada ceritanya."
Source | : | dok. Majalah Bobo |
Penulis | : | Sylvana Toemon |
Editor | : | Sigit Wahyu |
KOMENTAR