Hari sudah cukup gelap saat itu. Ia kembali sendirian di ke rumah dan beristirahat.
Pagi pun tiba. Ia segera menyusuri jalur hutan ke utara. Itu adalah perjalanan yang panjang, tapi akhirnya dia mendengar suara-suara dari kejauhan.
Ia berbaring telungkup ke tanah dengan telinga menempel di tanah untuk mengetahui asal suara.
Kini dia menyusuri jalan menuju ke arah suara. Kini ia bisa melihat rumah yang digambarkan oleh si penyihir bijak.
Tiga anaknya sedang menyiangi di ladang sementara si penyihir berdiri di ambang pintu gubuk di dekatnya. Penyihir itu tidak pernah mengalihkan pandangannya dari ketiga anak itu.
Baca Juga : Ciri-Ciri Pantun Berbeda dengan Puisi Lainnya, Apa Saja Ciri-Cirinya?
Untuk waktu yang lama, Pak Dembe menunggu, tersembunyi di balik semak-semak besar.
Akhirnya ia mendapat kesempatan ketika anak tertuanya berjalan mendekat ke arahnya. Dengan suara berbisik ia berkata,
"Kithengee! Kithengee!” bisik Pak Dembe, “Jangan angkat kepalamu! Lanjutkan menanam sayur seolah-olah tidak ada yang terjadi. Ini ayahmu!”
Baca Juga : 4 Suku dengan Kemampuan Keren, Ada yang dari Indonesia, lo