Bobo.id - Siapa yang pernah melihat rumput laut? Rumput laut sering dijadikan sebagai bahan makanan, nih.
Makanan khas Jepang, yaitu sushi, juga dibuat dengan cara melapisi nasi dengan rumput laut.
Sebelum dijadikan sebagai bahan makanan, rumput laut ini hidup di lautan, sesuai dengan namanya.
Baca Juga: Dilakukan oleh Semua Orang, Cari Tahu 5 Fakta Unik Kentut, yuk!
Rumput laut tersebar di lautan dunia. Namun, rumput laut di Samudra Atlantik sendiri pertama kali ditemukan pada abad ke-15.
Penemuan rumput laut di Samudra Atlantik ini dilakukan oleh seorang penjelajah terkenal bernama Christopher Columbus.
Nah, ternyata ada kumpulan rumput laut yang membentang lebih dari 8.000 kilometer di lautan, lo. Seperti apa, ya?
Baca Juga: Sering Mendengar Kucing Mengeong Terus-menerus? Ini 5 Penyebabnya
Sabuk Rumput Laut
Rumput laut ditemukan telah mengepung lautan, membentang dari Afrika Barat sampai teluk Meksiko.
Fenomena tumbuhnya rumput laut secara masif ini dinamakan Great Atlantic Sargassum Belt.
Peneliti dari University of South Florida menyebutkan bahwa sabuk rumput laut ini panjangnya sekitar 8.850 kilometer.
Baca Juga: Asyik, Juli 2019 Ini Jadi Waktu Terbaik untuk Mengamati Saturnus!
Dari hasil analisis 20 tahun rekaman satelit, ditemukan bahwa fenomena ini dipengaruhi faktor alam dan manusia.
Sudah Ada Sejak Delapan Tahun Lalu
Peneliti menganalisis hamparan rumput laut ini pertama muncul pada 2011 lalu. Sedangkan pertumbuhannya yang sangat cepat diperkirakan terjadi pada 2009.
Saat itu, muara Sungai Amazon mengalirkan kandungan nutrisi yang sangat tinggi dan tak biasa ke Samudra Atlantik.
Baca Juga: Tak Hanya Aplikasi, Ruangguru Juga Luncurkan Bimbel Online Brain Academy
Tingginya nutrisi ini berasal dari penebangan pohon di Hutan Amazon dan penggunaan pupuk di lembah.
Kesuburan Samudera Atlantik ini ditambah dengan pembalikan massa air di pesisir barat Afrika pada musim dingin 2010.
Pembalikan massa air sendiri merupakan fenomena di saat air laut yang lebih dingin dan bermassa jenis lebih besar bergerak dari dasar laut ke permukaan akibat pergerakan angin di atasnya.
Baca Juga: Bukan Batu Mulia, Penambang Amerika Justru Temukan Fosil Monster Laut Purba
Ini membuat permukaan Samudera Atlantik menghangat hingga membuat rumput laut tumbuh subur pada musim panas 2011.
Keadaan serupa kembali terjadi pada 2014, 2015, dan 2017.
Pertumbuhan paling masif terjadi pada 2018, ketika Great Atlantic Sargassum Belt mengembang hingga mencapai 20 juta metrik ton.
Dampak dari Adanya Sabuk Rumput Laut
Dalam kondisi normal, rumput laut menjadi habitat bagi hewan laut. Rumput laut dibutuhkan ikan dan burung.
Baca Juga: Berencana Liburan ke Thailand? Hindari Lakukan 4 Hal Ini, ya!
Begitu pula lumba-lumba dan penyu yang diuntungkan dengan rumput laut yang mengambang.
Namun, lapisan rumput laut yang terlalu tebal bisa menjadi masalah bagi hewan-hewan laut.
Ketika membusuk, rumput laut akan menyerap oksigen. Hal ini membuat kandungan oksigen menjadi rendah dan tidak baik bagi ekosistem laut.
Terumbu karang dan seagrass atau lamun bakal terdampak ketika kandungan air berubah. Begitu juga dengan hewan lain yang jadi sulit bergerak.
Baca Juga: Ini 7 Hal yang Harus Diperhatikan saat Berenang di Kolam Renang Hotel
Penyu kadang tidak bisa kembali berenang ke laut setelah bertelur di pantai. Mereka sulit melewati hamparan rumput laut yang lebat.
Selain mengancam ekosistem laut, Great Atlantic Sargassum Belt juga berdampak pada wisata pesisir.
Dampak buruk terjadi ketika rumput laut membanjiri pantai dan mengganggu para wisatawan yang sedang berlibur di pantai.
Selain mengganggu ekosistem pesisir, rumput laut yang membusuk juga melepas hidrogen sulfida, yaitu gas yang beracun, mudah terbakar, dan berbau seperti telur busuk.
Baca Juga: Hore, McDonald's Indonesia Kembali Luncurkan Menu Baru Bertema Korea!
(Penulis: Nibras Nada Nailufar)
Lihat video ini juga, yuk!