“Boleh, terima kasih. Nanti aku bisa menyiir batu menjadi cokelat, supaya bisa membuat anak-anak gembira!” kata Pikolo dengan riang. “Tentu saja. Tetapi ilmu sihirku tidak boleh digunakan untuk berbuat jahat!” pesan si penyihir tua.Berbulan-bulan lamanya Pikolo belajar hingga akhirnya dia lulus. Si penyihir tua bahkan memerikan buku dan tongkatnya.Suatu pagi, Pikolo keluar rumah untuk mempraktekan sihirnya. Ia bertemu beberapa anak yang sedang bermain kelereng.
Baca Juga: Kenapa Islandia Disebut Negerinya Api dan Es, ya? #AkuBacaAkuTahu
“Sim salabim, akakadabra!” Pikolo menyihir beberapa batu menjadi cokelat. Waaah… anak-anak itu berebut memungut cokelat dengan gembira.Kemudian Pikolo melewati pemetang sawah. Di saung, ada suami istri petani sedang sarapan nasi dengan tempe goreng, sambal dan lalap. Pikolo merasa kasihan dan mengubah tempe itu menjadi rasa ayam goreng,“Kok, rasa tempe ini seperti ayam goreng, ya, Bu?” Tanya si petani.“Mungkin hatimu sedang gembira, Pak. Jadi makanan itu terasa lebih nikmat!” jawab istrinya sambil tersenyum.
Baca Juga: Mengurangi Tumpukan Sampah, Pendaki Gunung Everest Harus Menaati Peraturan Pembatasan Plastik