Beberapa anak laki-laki sedang menghajar si Putih di rumah sebelah. Ada yang menendang, memukul pakai sapu, dan menarik-narik ekornya.
Kucing itu hanya bisa mengeong-ngeong kesakitan. Beberapa kali ia mencoba melarikan diri, tapi tertangkap kembali.
Tante Sali menyaksikan itu dengan senang sekali. Bahkan ia menyemangati anak-anak itu.
Sedangkan Kiki yang berdiri di sebelahnya berurai air mata. Hatinya yang polos dan lembut tak bisa menerima tindakan semena-mena itu.
Baca Juga: Cerpen Anak: Ketika Laut Marah
Ketika Ibu pulang dari bekerja, Kiki mengadu sambil terisak-isak. Ibu menenangkan anak satu-satunya itu dan berjanji.
"Kalau Nyonya masak daging, nanti Ibu bawa tulang-tulangnya pulang. Untuk kucing pencuri itu. Biar ia tidak lapar. Biar tidak mencuri lagi," kata Ibu.
Ibu bekerja jadi pembantu di rumah Nyonya Maria. Sejak masih gadis Ibu sudah bekerja di sana.
Ibu berhenti bekerja ketika menikah dengan bapak Kiki. Setelah suaminya meninggal, Ibu bekerja kembali di sana.
Ketika tahu Ibu sering membawa pulang tulang-tulang ikan untuk kucing, Nyonya Maria malah memberi daging untuk Kiki. Nyonya Maria maklum keluarga kecil itu tentu jarang makan daging.
"Wah, daging, Bu!" seru Kiki ketika melihat apa yang dibawa ibunya pulang. "Untuk si Putih?"
"Ini gulai. Untuk Kiki saja," kata Ibu. "Tulang-tulangnya baru kasih si Putih."