Akhirnya Jenderal Sudirman ditemani dokter pribadinya, dokter Suwondo dan beberaoa orang lainnya memutuskan untuk meninggalkan kediamannya.
Di sinilah awal mula terjadinya perang gerilya.
Semua dokumen penting dibakar dan kemudian Jenderal Sudirman meninggalkan Yogyakarta menuju kadipaten dan dilanjutkan ke Kretek Bantul dan Imogiri.
Setelah dari Imogiri, perjalanan gerilya dilanjutkan ke Gunung Kidul menggunakan dokar. Lalu beliau melanjutkan perjalanan ke Wonogiri.
Perjalanan ini dilakukan dengan penuh strategi dan kehati-hatian, karena pihak Belanda memiliki intelijen yang membantu mengetahui keberadaaan Jenderal Sudirman.
Dari Jawa Tengah, perjalanan gerilya berlanjut ke Jawa Timur, yaitu ke Ponorogo, Trenggalek, dan Kediri. Kemudian perjalanan gerilya itu dilanjutkan menuju lereng Gunung Wilis.
Baca Juga: Rahasia Bambu Runcing, Senjata Pejuang Tanah Air
Kala itu, terjadi penggeledahan yang dilakukan Belanda, rombongan gerilya pun menuju Hutan Sedayu menuju Sawahan.
Dalam perjalanan gerilya, Jenderal Sudirman memakai nama samaran, yaitu Pakdhe Abdullah Lelana Putra.
Penggunaan nama samaran itu memudahkan Jenderal Sudirman mengatur strategi perjuangan gerilya, terutama kaitannya dengan puncak gerilya pada 1 Maret 1949.
Pada 1 Maret 1949 Indonesia membuktikan pada dunia akan kekuatan militernya.
Serangan secara besar-besaran ini direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III.
Sementara itu, pasukan gerilya masih terus melanjutkan perjalanan menemukan tempat yang aman.