Karena sakit, Buntalan dipensiunkan. Namun raja tidak pensiun, walaupun sakitnya lebih parah. Sedih sekali Buntalan, sebab uang pensiunnya tidak cukup untuk membeli makanan semewah dan sebanyak makanan raja. Setiap hari ia cuma bisa makan secukupnya saja: nasi dengan sayur-mayur serta sedikit daging atau ikan atau tempe atau tahu.
Tubuhnya yang seperti buntalan berangsur-angsur kempis, sehingga ia dijuluki Buntalan Kempis. Namun, kini ia sehat sekali. Apalagi setelah setiap hari berjalan keliling kota dan desa-desa untuk mengisi waktu luangnya.
“Daripada keluyuran tanpa tujuan, lebih baik kamu menjadi pengantar koran,” saran temannya. Buntalan Kempis mau. Bukankah semua pekerjaan mulia itu halal? Pekerjaannya lekas selesai, sebab ia terbiasa berjalan cepat. Pelanggan koran senang sebab pagipagi sudah mendapat koran. Buntalan Kempis pun ikut senang. Apalagi karena ia mendapat upah.Pada perayaan ulangtahun raja, rakyat mengadakan pelbagai perlombaan. Buntalan Kempis menjadi juara olahraga berjalan kaki 1000 m dan 10 km. Karena raja masih sakit, Putra Mahkota yang berumur 10 tahun menggantikan ayahnya menyerahkan piala.
Ketika giliran Buntalan Kempis menerima piala, Putra Mahkota hampir saja tidak mengenalinya. “Lo, Paman kan dulu pencicip makanan Ayahanda?” tanyanya. “Wah, ramping ya sekarang? Sehat, lagi! Paman berobat kemana?”
Baca Juga: Jangan Abaikan Kebutuhan Mineral, Konsumsi 5 Makanan Ini untuk Asupan Mineral Harianmu