Bobo.id - Teman-teman sudah tahu manfaat mendongeng, kan? Mendongeng bisa membuat kita menjadi cerdas.
Nah, hari ini ada dongeng anak yang berjudul Asal Mula Jambi.
Jangan lupa untuk membaca dongeng atau minta orang tuamu untuk mendongeng untukmu, ya!
----------
Dahulu kala di pulau Sumatra, terdapat Kerajaan Titian Sijenjang. Tanahnya sangat subur ditumbuhi berbagai macam tanaman. Rakyatnya hidup makmur. Kerajaan ini diperintah oleh Baginda Syaiful Syah yang bijaksana.
Baginda Syaiful Syah mempunyai seorang juru taman yang rajin bernama Lapuk. Lapuk suka menanam pohon jambe, atau disebut juga pohbn pinang. Pohon ini mirip pohon kelapa. Batangnya kecil. Buahnya banyak. Lapuk menanam pohon ini banyak sekali.
Baginda juga mempunyai seorang puteri yang cantik jelita. Namanya Puteri Pinang Setaman.
Suatu hari Kerajaan Titian Sijenjang kedatangan seorang utusan. Baginda menyambutnya dengan ramah,
"Kau tampaknya lelah. Apakah kau telah menempuh perjalanan jauh? Siapakah engkau?" Tanya Baginda.
"Baginda yang baik, hamba memang datang dari jauh. Nama hamba Din Kasman. Hamba membawa sepucuk surat dari Raja Badar Amuk dari Kerajaan Lubuk Dalam." Utusan itu mengeluarkan sepucuk surat, lalu menyerahkannya pada Baginda Syaiful Syah.
Baginda menerima surat itu dan membuka sampulnya. Sesaat kemudian tampak wajah Baginda menjadi tegang. la memandang utusan itu dengan tajam.
"Ah, temyata rajamu hendak melamar puteriku. Tapi... Puteri Pinang Setaman masih sangat muda. Tolong sampaikan pada rajamu. Puteriku belum pantas untuk menikah."
Mendengar jawaban Baginda, utusan itu tampak terkejut.
"Apakah Baginda belum mengenal siapa Raja Badar Amuk? Raja hamba pantang ditolak keinginannya. Prajuritnya sangat banyak. Bagaimana kalau rajaku marah dan mengajak berperang?"
Mendengar perkataan itu, Baginda Syaiful Syah menjadi marah. Ia menyuruh pengawalnya menggiring utusan itu keluar istana.
Baginda Syaiful Syah sudah tahu sifat Raja Badar Amuk yang bengis. Itu sebabnya ia memerintahkan para prajuritnya untuk siap siaga. Dugaan Baginda Syaiful Syah ternyata benar. Satu minggu kemudian datanglah pasukan dari Kerajaan Lubuk Dalam. Jumlahnya sepuluh kali lipat jumlah pasukan Titian Sijenjang. Mereka mengepung istana. Namun istana Baginda dijaga ketat.
Akhirnya pertempuran terjadi. Rakyat Baginda Syaiful Syah ikut membantu. Pasukan Lubuk Dalam mencoba mendobrak pintu gerbang istana. Ada yang naik dinding dengan tangga. Ada yang melepaskan anak panah. Korban di kedua belah pihak mulai berjatuhan. Perang itu berlangsung lama. Berhari-hari, berming-guminggu, bahkan berbulanbulan. Anak-anak panah berseliweran di angkasa. Sedang gencar-gencarnya serangan, datanglah Panglima Perang Titian Sijenjang menghadap Baginda.
"Ada apa Panglima? Engkau tampak gugup sekali?"
"Ampun, Baginda. Prajurit kita kehabisan anak panah," lapor Panglima. "Apa? Kehabisan anak panah?" tanya Baginda tidak percaya.
"Baginda, kita sudah berperang seiama tiga belas buian. Anak panah yang tersisa tingga! Untuk hari ini."
Wajah Baginda menjadi tegang. Ia berpikir keras. Lalu berkata,
"Pengawal! Panggil Lapuk, juru tamanku. Segera bawa kemari!" Panglima heran. "Untuk apa Baginda memanggil juru taman?" pikirnya.
Sebentar kemudian datanglah Lapuk, si juru taman.
"Lapuk, apakah pohon jambe yang kau tanam sudah berbuah?" tanya Banginda Syaiful Syah.
"Sudah, Tuanku," jawab Lapuk sedikit heran.
"Banyakkah jumlahnya?" Tanya Baginda lagi.
“Tidak terhitung jumlahnya, Baginda. Sangat banyak." Baginda tersenyum riang.
"Panglima! Perintahkan para prajurit untuk memetik buah jambe yang sudah tua. Ajak rakyat untuk membantu. Kita pakai buah jambe sebagai peluru," perintah Baginda.
"Namun, Baginda. Dengan apa buah jambe akan dilontarkan?" tanya Panglima.
Baginda tersenyum melihat panglimanya kebingungan. "Pakailah busur, Panglima. Di busur ada karetnya. Patahkan gagang busur menjadi dua bagian. Jadikan ketapel."
"Hamba mengerti, Tuanku," jawab Panglima bersemangat. Esok harinya prajurit Titian Sijenjang tidak lagi melepaskan anak panah. Prajurit Lubuk Dalam mengira mereka sudah lemah. Prajurit Lubuk Dalam serentak maju.
Tiba-tiba berhamburan buah jambe menyerang mereka. Mereka pun menjadi kalang kabut. Dengan kepala benjol mereka mundur. Demikian berulang kali terjadi. Serangan prajurit Lubuk Dalam disambut dengan lontaran buah jambe. Ribuan jumlahnya. Hampir tidak ada prajurit Lubuk Dalam yang tidak benjol.
Pertempuran masih berlanjut lama. Buah jambe seakan tidak pernah habis. Prajurit Titian Sijenjang memang hanya memetik jambe yang tua. Yang muda ditinggalkan. Sementara jambe yang tua dilontarkan, yang muda akan menjadi tua. Demikian seterusnya. Prajurit Titian Sijenjang tidak pernah kehabisan buah jambe.
Baca Juga: Sejak Kapan Kisah Dongeng Ada dan Dikenal Dunia? Yuk, Cari Tahu! #MendongenguntukCerdas
Akhirnya, prajurit Lubuk Dalam kehabisan tenaga dan mundur. Rakyat Kerajaan Titian Sijenjang bersorak gembira.
"Wahai rakyatku! Kemenangan ini kita dapat berkat buah jambe yang melimpah di wilayah kita. Buah jambe telah menyelamatkan kerajaan. Oleh karena itu, sejak saat ini wilayah kita ini akan kuberi nama Jambi!"
"Hidup Baginda! Hidup Jambi!" Rakyat menyambut gembira perubahan nama kerajaan menjadi Jambi. Sampai sekarang daerah ini disebut Jambi.
#MendongenguntukCerdas
Tonton video ini, yuk!
----
Ayo, kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.