Saat zaman penjajahan, orang-orang Belanda kesulitan untuk melafalkan Sala dengan huruf “a”.
Sehingga kemudian mengubahnya menjadi huruf “o” sehingga pelafalannya menjadi Solo dan bukan Sala.
Jadi, Surakarta adalah nama resmi wilayah, sedangkan Solo adalah julukan khas.
Oleh sebab itu, teman-teman tidak bisa menemukan kota Solo jika mencarinya di peta karena yang muncul adalah kota Surakarta, teman-teman.
Sejarah Desa Solo
Desa Solo awalnya merupakan desa kecil dan kemudian berubah menjadi pusat kerajaan dengan berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat.
Keraton ini dulunya berdiri di wilayah bernama Kartasura, sehingga dinamai dengan Keraton Kartasura.
Pemilihan Desa Solo sebagai lokasi baru keraton didasarkan pada pertimbangan Tumenggung Hanggawangsa, Tumenggung Mangkuyudha, dan J.A.B. van Hohendorff usai Keraton Kartasura hancur akibat peristiwa Geger Pecinan.
Dalam sejarahnya, Geger Pecinan terjadi akibat pemberontakan pada tahun 1740 yang berhasil menghancurkan Keraton Kartasura.
Walaupun Keraton Kartasura berhasil direbut kembali, namun Pakubuwono II yang kala itu masih berkuasa menganggap lokasi keraton sudah kehilangan 'kesuciannya' dan berinisiatif memindahkannya ke lokasi yang baru.
Pada akhirnya Pakubuwono II memerintahkan pemindahan keraton dari Kartasura ke Desa Sala. Pertimbangannya, karena posisi Desa Sala dekat dengan Sungai Bengawan Solo.
Baca Juga: Sering Bikin Bingung, Ternyata Ini Perbedaan Serabi Solo dan Surabi Bandung, Sudah Tahu?