Pada saat itu, Presiden Soekarno mengganti sistem pemerintahan demokrasi liberal menjadi sistem demokrasi terpimpin.
Dalam pandangan Soekarno, demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
Namun dalam penerapannya, kekuasaan presiden menjadi lebih besar dan mengarah pada perilaku yang otoriter.
Pada pelaksanaannya, demokrasi terpimpin lebih cenderung berpusat pada kekuasaan presiden sebagai pemimpin besar revolusi.
Hal ini merupakan bentuk penyimpangan terhadap nilai demokrasi karena adanya kekuasaan pemimpin yang terpusat.
Oleh sebab itu, demokrasi terpimpin harus segera diganti dengan demokrasi Pancasila.
3. Demokrasi Pancasila Orde Baru (1966-1998)
Dilansir dari Kompas.id, demokrasi Pancasila dipopulerkan pada masa kepemimpinan Soeharto (1966-1998).
Sedangkan pelaksanaan demokrasi Pancasila di era orde baru yaitu setelah terbitnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966.
Pada pelaksanaan Demokrasi Pancasila di era Orde Baru, Presiden dapat terus menjabat, sementara wakil Presiden dapat diganti.
Dalam jurnal ilmiah Demokrasi dalam Sejarah Ketatanegaraan RI (2014) karya Arif Wijaya disebutkan bahwa kondisi ini disebut tidak adanya rotasi kekuasaan eksekutif.