Bobo.id - Pada materi Ilmu Pengetahuan Sosial Kurikulum Merdeka kelas 7 SMP, kita akan belajar tentang aktivitas masa Islam.
Aktivitas masyarakat masa Islam ini ditandai dengan hadirnya berbagai kerajaan Islam, salah satunya Kesultanan Mataram.
Kesultanan Mataram Islam merupakan kerajaan Islam di Pulau Jawa yang berkuasa antara abad ke 16 hingga abad ke 18.
Masa awal berdirinya Kesultanan Mataram Islam ini dimulai dari perebutan wilayah Pajang oleh Sutawijaya, teman-teman.
Kesultanan Mataram Islam kemudian berkembang dengan mendirikan pesantren dan juga mendirikan rumah ibadah.
Kesultanan Mataram Islam ini diketahui mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Pada era 1613 hingga 1645 M, Sultan Agung berhasil menguasai banyak daerah kekuasaan di berbagai wilayah di Jawa.
Nah, kali ini Bobo akan memberikan penjelasan terkait sikap kepemimpinan dari Sultan Agung hingga mencapai puncak kejayaan. Simak, yuk!
Bagaimana Sikap Kepemimpinan Sultan Agung?
Sultan Agung dikenal sebagai raja yang besar perjuangannya dalam melawan bangsa penjajah, salah satunya dengan menyerang Belanda.
Selain perjuangan yang sudah dilakukan Sultan Agung dalam bidang militer, ia juga memiliki berbagai kebijakan yang terkenal.
Baca Juga: 6 Media Dakwah untuk Penyebaran Agama Islam di Indonesia, Perdagangan Hingga Tasawuf
Melalui kebijakannya, diketahui bahwa sikap kepemimpinan dari Sultan Agung adalah bijaksana dan juga adil.
Sultan Agung juga memperhatikan identitas Kesultanan dengan diberikannya ruang bagi para ulama untuk bekerja sama.
Pada bidang kebudayaan dan kesenian, Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang sangat berperan dalam memajukan kesenian.
Menurut sumber sejarah, berbagai jenis tarian, gamelan, hingga wayang sangat berkembang pesat di bawah kepemimpinannya.
Selain mengawal kemajuan kesenian, Sultan Agung juga turut menghasilkan karya seni berupa Serat Sastra Gendhing.
Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang menginisiasi terbentuknya provinsi dengan memilih adipati di wilayah kekuasaan Mataram.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa sikap kepemimpinan Sultan Agung di Kesultanan Mataram ditandai dengan kebijakan di berbagai bidang.
Kebijakan Sultan Agung di Kesultanan Mataram
Beberapa kebijakan pada kepemimpinan Sultan Agung, antara lain:
1. Pembagian Tanah
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Sultan Agung ketika memerintah Mataram Islam adalah melakukan pembagian tanah.
Baca Juga: 4 Teori Masuknya Islam ke Indonesia: Teori Gujarat, Persia, Mekkah, dan Tiongkok
Di Kesultanan Mataram, raja memiliki kewenangan tertinggi berkuasa penuh mengatur segala isi yang ada di wilayah kerajaan.
Dengan besarnya tanggung jawab yang diembang seorang raja, Sultan Agung bersikap bijak dan adil terhadap rakyatnya.
Oleh sebab itu, Sultan Agung kemudian membagi tanah berdasarkan lingkaran wilayah kekuasaannya, sebagai berikut:
- Tanah Narawita: tanah yang ada langsung di bawah kekuasaan raja.
- Tanah Lungguh: tanah yang didistribusikan kepada para bangsawan sebagai tanah gaji.
- Tanah Perdikan: tanah desa yang di dalamnya ada bangunan suci kerajaan seperti tempat ibadah dan makam.
2. Menetapkan Pajak
Sultan Agung juga menetapkan pajak selama masa pemerintahannya di Kesultanan Mataram, teman-teman.
Pajak memiliki peranan penting dalam pemerintahan karena dapat menstabilkan perekonomian negara.
Oleh karena itu, Sultan Agung kemudian menetapkan beberapa pajak, seperti pajak penduduk, tanah, upeti, dan bea cukai.
Untuk pajak penduduk, biayanya berbeda-beda tergantung apakah ia penduduk asli atau bukan.
Baca Juga: Cari Jawaban IPS, Mengapa Benteng Fort Rotterdam Didirikan di Dekat Pantai?
3. Membentuk Lembaga Keuangan
Pada masa pemerintahannya, Sultan Agung membentuk petugas yang mengurusi bagian keuangan dan perbendaharaan kerajaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebenarnya Kesultanan Mataram ini sudah memiliki lembaga keuangannya sendiri.
Namun, lembaga keuangan in masih terbilang tidak efisien karena belum berfungsi sebagaimana mestinya.
Di samping itu, dalam struktur pemerintahan kerajaan juga didirikan Lembaga Mahkamah Islam.
4. Kebijakan di Bidang Kebudayaan
Di bidang kebudayaan, Sultan Agung berusaha menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan Jawa, Hindu, dan Islam.
Hasil dari kebijakan ini adalah adanya Grebeg Puasa, Grebeg Maulud, dan juga penanggalan Jawa.
Selain itu, di lingkungan keraton, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa Bagongan, yang harus digunakan bangsawan.
Kebijakan ini diharapkan dapat menghilangkan kesenjangan dan terciptanya rasa persatuan di antara penghuni istana.
Nah, itulah jawaban dari bagaimana sikap kepemimpinan Sultan Agung. Semoga bisa bermanfaat untuk teman-teman, ya.
Baca Juga: Cari Jawaban IPS, Bagaimana Kedudukan Selat Muria yang Menjadi Pelabuhan Kerajaan Demak Saat Itu?
Foto: Wikimedia Commons/Baoseki Bawono
----
Kuis! |
Bagaimana awal berdirinya Kesultanan Mataram Islam? |
Petunjuk: cek di halaman 1! |
Lihat juga video ini, yuk!
----
Ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan dunia satwa? Teman-teman bisa berlangganan Majalah Bobo dan Mombi SD.
Untuk berlangganan, teman-teman bisa mengunjungi Gridstore.id.