Oleh sebab itu, beberapa motif batik parang tidak boleh digunakan oleh rakyat biasa, melainkan hanya digunakan oleh keluarga kerajaan saja.
Motif parang rusak adalah motif pertama yang ditetapkan sebagai batik larangan di Kesultanan Yogyakarta pada tahun 1785.
Ketentuan ini memuat aturan penggunaan batik larangan dalam nyamping/bebet dan kampuh/dodot.
Aturan Pemakaian Nyamping atau Bebet
Dalam nyamping atau bebet, aturan penggunaan motif parang sebagai batik larangan adalah sebagai berikut:
1. Parang Rusak Barong ukuran lebih dari 10 cm hingga tak terbatas hanya boleh dipakai oleh raja dan putra mahkota.
2. Parang Barong ukuran 10-12 cm dipakai oleh putra mahkota, permaisuri, Kanjeng Panembahan dan istri utamanya, Kajeng Gusti Pangeran Adipati dan istri utamanya, putra sulung sultan dan istri utamanya, putra-putri sultan dari permaisuri, dan patih.
3. Parang Gendreh ukuran 8 cm dipakai oleh istri sultan, istri putra mahkota, putra-putri dari putra mahkota, Pangeran Sentana, para pangeran, dan istri utamanya.
4. Parang Klithik ukuran 4 cm ke bawah dipakai oleh putra ampeyan dalem dan garwa ampeyan, cucu, cicit/buyut, canggah, dan wareng.
Aturan Pemakaian Kampuh atau Dodot
Sementara itu, pemakaian motif parang sebagai kampuh atau dodot aturannya adalah sebagai berikut:
Baca Juga: 5 Motif Batik Indonesia dan Makna di Balik Motif Batik Indonesia